TEMPO Interaktif, Bangkok – Pemerintah menunda rencana membeli 70 ribu ton beras senilai 1,37 miliar baht atau setara Rp 390 miliar dari eksportir Thailand. Hal itu dilakukan sebagai protes terhadap pembatalan penjualan oleh pemerintah Negeri Gajah Putih itu. Demikian diungkapkan kalangan eksportir beras Thailand, seperti yang dikutip harian Bangkok Post, Jumat, 30 September 2011.
Sepuluh eksportir beras Thailand pekan lalu diundang bergabung dalam lelang pengadaan beras Perum Bulog. Dalam lelang yang sama, Vietnam juga mendapat kuota 30 ribu ton. Menurut sumber industri lokal yang enggan menyebut namanya, Thailand mengusulkan harga US$ 658 per ton untuk beras dengan patahan 15 persen, termasuk biaya asuransi dan pengiriman.
Adapun Vietnam menawarkan harga US$ 609 per ton. Setelah bernegosiasi, akhirnya harga penawaran peserta lelang masing-masing turun sekitar US$ 2 per ton. Para penawar dari Thailand itu termasuk Ponglarp Co, Siam Indiga, Chaiyaporn International Co, Asia Golden Rice, Modal Rice, dan Thailand Hua (2511) Co.
Sumber itu menambahkan, pemerintah Indonesia tidak akan membeli beras, baik dari pemerintah Thailand maupun perusahaan swasta setempat. Hal itu dilakukan lantaran pemerintah Indonesia kecewa dengan keputusan Thailand yang mendadak membatalkan penjualan 300 ribu ton dalam sebuah kesepakatan antarpemerintah (government to government).
Selasa, 27 September 2011, pemerintahan Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra membatalkan penjualan 300 ribu ton beras ke Indonesia, yang sebelumnya telah disepakati pemerintahan lama pada pertengahan Agustus. Penjualan itu disepakati dalam nota kesepahaman oleh lembaga pemasaran Kementerian Perdagangan, Organisasi Publik Gudang.
Menteri Perdagangan Thailand Na Ranong Kittirat mengatakan harga yang disepakati tidak sesuai dengan keinginan pemerintah. “Kesepakatan tidak bakal terjadi. Kami berharap Indonesia mengerti,” kata Kittirat. Sumber yang mengetahui perjanjian itu mengatakan harga US$ 559 per ton yang disetujui Badan Usaha Logistik Thailand terlalu rendah.
Setelah dikurangi biaya pengiriman US$ 30 per ton dan biaya lainnya, Thailand hanya menerima US$ 490. Sementara Perum Bulog menginginkan padi yang baru dipanen, bukan stok lama. Padahal, kata Asosiasi Eksportir Beras Thailand, beras yang diinginkan Bulog memiliki kadar patahan 15 persen yang harganya saat ini US$ 600 per ton.
Tahun lalu, Indonesia mengimpor 277.305 ton beras dari Thailand dan semester pertama tahun ini meningkat menjadi 577.017 ton. Kementerian Pertanian menargetkan Bulog memiliki cadangan 2 juta ton tahun ini, yang terdiri atas 1 juta milik pemerintah dan 1 juta milik Bulog, sebagai antisipasi menghadapi musim paceklik dan bencana alam.
Sumber tersebut mengingatkan jika Indonesia memboikot beras Thailand, maka akan menimbulkan masalah dengan eksportir dan membuat Thailand sulit untuk menjual beras ke pemerintah lain. Eksportir lain mengatakan industri menginginkan pemerintah mencari solusi guna memecah kebuntuan yang dapat menggangu hubungan bilateral.
Kittiratt menjanjikan siap berunding dengan Jakarta dan mencoba cara terbaik mencegah terjadinya perselisihan.
BOBBY CHANDRA