TEMPO Interaktif, YOGYAKARTA - Sri Sultan Hamengku Buwono X ternyata menanyakan lagi kepada putrinya, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Bendara apakah ia sudah serius menikah, Selasa 18 Oktober 2011 pagi esok. Proses menanyakan kembali atau 'menanting' ketetapan hati itu dilakukan Sultan di Emper Bangsa Prabayeksa Kraton Yogyakarta, Senin 17 Oktober 2011 malam tadi.
Acara ini dilakukan karena Sultan sendirilah yang esok, akan menikahkan putrinya dengan KPH Yudanegara di Masjid Panepen, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Dalam acara itu Sri Sultan HB X didampingi GKR Hemas. Sedangkan GKR Bendara didampingi tiga kakaknya GKR Pembayun, GKR Condro Kirono dan GKR Maduretno.
Mengenakan surjan warna hijau dan blangkon motif truntum. Sultan duduk didampingi permaisuri, GKR Hemas dengan kebaya warna krem. Ikut dalam proses itu, abdi dalem kaji (haji) atau penghulu/ulama kraton.
"Anak ingsun Gusti Kanjeng Ratu Bendara, apa sliramu wis sumadya tak dhaupake karo abdi ingsun Kanjeng Pangeran Harya Yudanegara?" (Anak saya Gusti Kanjeng Ratu Bendara, apakah kamu bersedia saya nikahkan dengan abdi saya Kanjeng Pangeran Harya Yudanegara?" begitu Sultan bertanya pada putri bungsunya.
"Ingih, (ya,red)" jawab GKR Bendara. Setelah itu abdi dalem penghulu kraton kemudian membacakan doa. Baru urusan administrasi untuk acara besok langsung dibereskan.
Adik Sultan Gusti Bendara Pangeran Haryo Hadiwinoto menuturkan, acara tantingan ini berbeda tempat jika yang menikah putra laki-laki. Jika Sultan mempunyai putra laki-laki, maka proses tantingan kepada menantu perempuannya akan dilakukan oleh ayah kandungnya. Sebagaimana ketika HB IX menikahkan Sultan HB X dengan GKR Hemas. Dimana yang melakukan tantingan adalah ayah dari Hemas.
"Tempatnya beda. Kalau yang menanting Ngarso Dalem di emperan Proboyekso. Kalau nanting mantu perempuan di bangsal Pengapit," kata Hadiwinoto.
Proses tantingan juga dilakukan dengan bahasa Bagongan atau bahasa kraton. Hadiwinoto pun menegaskan, bahwa tantingan yang akan dilakukan hanya bersifat formalitas. "Lah, Jeng Reni (Bendara) kan sudah kenal lama (dengan Yudonegoro). Sudah pacaran lama," kata Hadiwinoto.
Berbeda dengan makna tantingan zaman dulu. Dimana putri Sultan atau pun mantu perempuan Sultan dijodohkan."Jadi tidak mengenal siapa calonnya, makanya ditanting (ditanya) dulu," kata Hadiwinoto.
Adat perjodohan di lingkungan kraton mulai memudar pada masa HB IX. Menurut Hadiwinoto, karena zaman sudah berubah lebih modern.
"Jadi tantingan tetap dilakukan semata-mata untuk melestarikan budaya Jawa," kata Hadiwinoto.
BERNARDA RURIT | PITO AGUSTIN RUDIANA