TEMPO Interaktif, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Tjahjo Kumolo, menilai hasil reshuffle yang diumumkan presiden tidak signifikan dalam menyelesaikan persoalan bangsa. Pasalnya, pengumuman justru lebih banyak menekankan penambahan wakil menteri. "Pengangkatan wakil menteri ini justru menunjukkan langkah kompromi presiden," ujar Tjahjo, Selasa, 18 Oktober 2011.
Meski reshuffle merupakan kebijakan prerogratif presiden, Tjahjo menilai seharusnya presiden bisa lebih tegas. Menurut Tajhjo dalam menetapkan kabinet Indonesia Bersatu Jilid II hasil reshuffle agak kurang tepat. Terutama dalam penambahan jumlah wakil menteri.
Menurut dia, kedudukan menteri di dalam sistem presidensial sangat kuat dan bertanggung jawab langsung pada presiden. Dengan begitu keberadaan wakil menteri justru hanya akan menambah mata rantai birokrasi yang selama ini sudah berjalan tidak efisien. "Walaupun Presiden mengatakan bahwa wakil menteri setara dengan eselon I A dan bukan anggota kabinet."
Thajjo mengatakan sistem presidensial menempatkan kepemimpinan presiden sangat sentral. Dalam sistem ini presiden menjadi penentu arah haluan pemerintahan. Presiden memiliki kewenangan mengangkat dan memberhentikan menteri tanpa intervensi siapapun. Namun, kata Tjahjo, pengangkatan para wakil menteri malah menunjukkan langkah kompromi presiden SBY.
Penambahan wakil menteri, kata Tjahjo justru dilakukan karena adanya pertimbangan presiden atas tarik ulur posisi menteri oleh anggota koalisi. Setelah melaksanakan pertemuan dengan petinggi partai koalisi, presiden justru mengalami masalah dalam penggantian posisi menteri. "Maka jalan tengah pun di ambil dengan memperbanyak wakil menteri. "
Tjahjo menambahkan banyaknya wakil menteri justru akan memperpanjang rentang kendali kekuasaan. Akibatnya penambahan wakil menteri justru tidak akan meningkatkan efektivitas pemerintahan.
Dengan diumumkannya kabinet reshuffle, Tjahjo menyebutkan pemerintah seharusnya mampu menciptakan kondisi yang berdaulat secara politik. Pemerintahan diminta mampu memperjuangkan kepribadian untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat. "Agar janji-janji pemerintah sebagaimana hasil pemilu dapat terealisir. Apapun janji kampanye presiden adalah hutang kepada rakyat," lanjutnya.
IRA GUSLINA