TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Real Estate Indonesia, Setyo Maharso, mengatakan pertumbuhan properti baru mencapai 3 persen. REI, menurut Setyo, saat ini baru bisa membangun 120 ribu unit rumah per tahun. Selain rumah, yang dibangun adalah perkantoran dan kawasan industri.
Padahal untuk pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5 persen, butuh pertumbuhan properti sebesar 5 persen. Pertumbuhan properti, menurut Setyo, terhambat oleh aturan pemerintah. Dia menyebut setidaknya ada dua aturan yang mengganjal. Yakni aturan pembebasan lahan dan dilarangnya orang asing memiliki properti di Indonesia.
Baca Juga:
Selama ini, tanah tak jelas dan tak akurat data kepemilikannya. Sengketa tanah juga terjadi karena tak ada tertib administrasi, sehingga tak ada kepastian hukum. "Ada pula masalah mafia pertanahan dan tata ruang," kata Setyo di Jakarta, Selasa, 18 Oktober 2011.
Setyo mengatakan bahwa proyek Mega Kuningan pada 1990 bisa terjadi karena memakai model jual untung bagi pemilik tanah. Nilainya bisa 10 kali lipat dari harga tanah. “Ini menarik untuk diterapkan,” kata dia. Saat itu, pemilik tanah di sekitar Kuningan dipindah ke Pondok Rangon dengan luas sepuluh kali lipat. Namun dia pesimistis jika bisa berjalan karena masyarakat sudah memiliki pola pikir berbeda.
Aturan orang asing tak boleh membeli apartemen, menurut Setyo, juga mengganjal pertumbuhan properti. Padahal, menurutnya, dengan aturan soal pembeli asing ini diharapkan bisa mengantisipasi siasat jual-beli properti oleh orang asing. Dia mencontohkan, di Bali banyak praktek orang asing kawin dengan orang lokal untuk mempermudah jual-beli properti. Negara jadi tak terima pajak. “Jadi, daripada samar, mending dibuka,” ujarnya.
Setyo menyatakan pertumbuhan properti juga akan menumbuhkan ekonomi. Dia mencontohkan, sebuah kawasan komersial di Jakarta Selatan seluas 4 hektare bisa menyerap 11 ribu tenaga kerja. “Itu belum termasuk sektor informal yang juga diuntungkan,” kata dia. Selain itu juga akan memancing pertumbuhan kredit baru.
NUR ROCHMI