TEMPO Interaktif, Jakarta - Anggota Inisiatif Transparansi Industri Ekstraktif (ITIE), Faisal Basri, menyatakan sebanyak 160 perusahaan tambang dan migas di Indonesia diwajibkan melaporkan pendapatannya tahun ini. Laporan pendapatan ini akan memperlihatkan volume produksi dan royalti yang diserahkan kepada pemerintah.
"Kita mulai bertahap. Tahun 2011 dimulai dengan 160 perusahaan dari 10 ribu perusahaan tambang dan migas yang ada saat ini," kata Faisal, Kamis, 20 Oktober 2011.
Baca Juga:
Saat ini kegiatan perusahaan masih dalam tahap pengumpulan data dan ditargetkan selesai dan langsung dipublikasikan ke masyarakat tahun depan. Faisal berharap 57 operator migas, enam unit produksi tembaga dan emas, tujuh perusahaan timah, 3 perusahaan nikel, 2 perusahaan bauksit dan 54 perusahaan batu bara dapat menjadi model percontohan perusahaan lain.
"Selain membuat model percontohan, sosialisasi ke daerah pemilik tambang dan migas juga dilakukan," kata Faisal.
Perusahaan tersebut antara lain migas seperti Chevron, Exxonmobil, Pertamina (Persero), Pertamina Hulu Energi, dan Talisman. Perusahaan mineral seperti Freeport, Newmont Nusa Tenggara, dan Inco. Perusahaan batu bara seperti Bukit Asam dan Grup Baramulti.
"Kita mulai dari perusahaan menengah ke atas, meski sebenarnya ribuan perusahaan kecil selama ini kurang terpantau berapa banyak yang telah diberikannya ke negara," kata Faisal yang pernah menjabat sebagai anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) 2000-2006. Kerangka laporan meliputi pendapatan yang dibayarkan ke pemerintah seperti pajak dan royalti.
ITIE berharap dengan transparansi ini masyarakat tidak hanya mendapatkan dampak ekologis dan dampak negatif lain dari aktivitas pertambangan. Karena masyarakat diharapkan memperoleh dampak positif yang dapat mendukung mereka.
PHESI ESTER JULIKAWATI