TEMPO Interaktif, Jakarta - Indonesia Coruption Watch (ICW) menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membutuhkan support Undang Undang Anti Korupsi yang punya kewenangan super. Permasalahan korupsi di Indonesia sudah pada titik mengkhawatirkan kehidupan berbangsa sehingga perlu adanya kewenangan lebih dibanding lembaga lain.
“KPK semestinya dilindungi Undang Undang lebih kuat dibandingkan saat ini,” kata Koordinator Bidang Investigasi ICW, Agus Sunaryanto saat di Balikpapan, Kamis 27 Oktober 2011.
Salah satu kekurangannya, adalah belum adanya aturan tentang pembuktian terbalik kekayaan dimiliki pejabat pejabat di Indonesia. Banyak diantara pejabat pejabat yang memiliki harta kekayaan di luar batas kewajaran namun lolos dari tuduhan tindak pidana korupsi.
Sehingga saat DPR hendak merevisi UU Anti Korupsi, Agus menilai hal tersebut sebagai upaya mengkebiri kewenangan dimiliki Komisi Anti Korupsi. Dia menyebutkan focus bidikan pejabat senayan adalah kewenangan penyadapan, penggeledahan hingga ketentuan penghentian penyidikan. “Ini bisa melemahkan KPK dalam menjalankan tugas,” paparnya.
Agus berpendapat DPR kesal saat KPK banyak mengarahkan bidikan kasusnya pada lembaga legeslatif. Sejumlah anggota DPR RI serta koleganya tertangkap basah menerima suap yang nilainya mencapai miliaran rupiah.
Pemerintah musti punya sikap yang jelas dalam upaya pemberantasan korupsi lewat penyusunan Undang Undangnya. Mereka punya kewenangan menolak rencana revisi Undang Undang Anti Korupsi yang bisa melemahkan KPK.
“Deny Indrayana harus bisa berbuat disini. Karena bila pemerintah menolak tidak bisa juga, harus ada keseimbangan antara eksekutif dan legeslatif,” tuturnya.
Palang pintu terakhir adalah pengajuan uji materi di Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan revisi legeslatif. Agus berpendapat hal ini jadi alternative terakhir bila dewan tetap ngotot merevisi Undang Undang KPK.
SG WIBISONO