TEMPO Interaktif, Bandung - Di peringatan perayaan Hari Sumpah Pemuda yang dipusatkan di Stadion Siliwangi, Bandung, Wakil Presiden Boediono berpesan agar pemuda tidak tergoda dengan sikap yang sempit dan eksklusif.
”Mengadopsi eksklusivisme, berpandangan yang sempit, sama dengan mengkhianati kesepakatan pendiri bangsa kita,” katanya di Bandung, Jumat, 28 Oktober 2011.
Dia mewanti-wanti, anak muda yang idealis bisa terkecoh dengan pandangan yang sempit, eksklusif, memoles diri sehingga terlihat benar dan maju. Boediono mengingatkan sejarah pembentukan Indonesia dimulai dari para pendiri bangsa yang bersedia membuka diri masing-masing agar bisa menerima pandangan dan sikap lain. ”Keterbukaan dan toleransi merajut perbedaan ini menjadi persamaan, ini kunci kebersamaan bangsa ini,” katanya.
Boediono memimpin upacara peringatan perayaan Hari Sumpah Pemuda ke-83, yang secara nasional diperingati di Stadion Siliwangi, Bandung. Di depan peserta upacara, Boediono berbicara tentang kepeloporan pemuda dalam sejarah bangsa. “Kepeloporan itu menentukan sesuatu yang tadinya tidak ada, jadi ada,” katanya.
Boediono mengingatkan bahwa sejarah mencatat kepeloporan pemuda di tahun 1928 dan 1945 yang membuat langkah besar. ”Para penggagas bangsa yang masih belia itu ternyata sudah mempunyai pandangan jauh ke depan, melampaui batas zamannya. Mereka berani memimpikan bangsa Indonesia dan mewujudkannya,” katanya.
Menurutnya, Indonesia itu unik dan ajaib. Indonesia lahir di tahun 1945, sebuah negeri yang berdiri membentang pada 17 ribu pulau, ”Separuhnya konsep, separuhnya kenyataan.” ”Mustahil ada sekelompok manusia dengan latar belakang beragam bisa mengikrarkan dirinya sebagai bangsa. Keajaiban ini kita yakini ini campur tangan Ilahi,” kata Boediono.
Di kesempatan itu, Boediono meminta agar hari ini kita merendahkan hati dan menyadari hanya karena kehendak-Nya Indonesia ada dan harus tetap satu dan utuh. ”Negeri ini harus kita rawat baik-baik, tugas ini adalah tugas sejarah bagi setiap generasi bangsa ini,” katanya.
Dia mengingatkan, nasionalisme bertentangan dengan arus zaman, negara, bangsa menghadapi globalisasi. ”Ketika menghadapi tantangan baru, kepeloporan pemuda sangat diperlukan,” katanya. ”Kaum muda masa kini harus mampu berpikir jauh melampaui zaman.”
Boediono memuji idealisme anak muda Indonesia tidak tergerus zaman. Dia mencontohkan, mereka yang menimba ilmu di luar negeri masih mau pulang, ada yang bersedia memerangi korupsi, menolong masyarakat tertinggal dan terpinggirkan, serta ada anak muda yang masih mau mengajari adik-adiknya di wilayah terpencil. “Saya yakin Indonesia masih mempunyai generasi muda yang sangat mencintai negerinya,” katanya.
Sebelum upacara digelar, Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng mengingatkan bahwa pada 2015 nanti Indonesia akan memasuki era Komunitas ASEAN. “Persaingan tidak lagi meliputi 240 juta masyarakat Indonesia, tetapi dengan 500 juta masyarakat ASEAN,” katanya.
Menurut Andi, Indonesia perlu menyiapkan anak mudanya untuk bisa bersaing dalam menghadapi era globalisasi. Bersaing tanpa kehilangan akar budayanya. ”Pemerintah menyiapkan ruang luas bagi pemuda Indonesia untuk berkreasi, berkreativitas, bersosial-wirausaha, berekonomi kreatif agar digeluti oleh pemuda untuk ikut serta berpartisipasi,” katanya. ”Ke depan, pemuda agar lebih antisipatif dan memiliki kemandirian.”
AHMAD FIKRI