TEMPO Interaktif, Jakarta - Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Ahmad Mubarok mengakui hubungan di antara partai-partai anggota sekretariat gabungan koalisi pendukung pemerintah (Setgab) sering tidak kompak. Ketidakkompakan teranyar di internal Setgab muncul ketika pembahasan ambang batas parlemen dalam Rancangan Undang Undang Pemilihan Umum.
"Dari dulu kan Sekretariat Gabungan enggak pernah kompak karena ideologi partai itu kepentingan. Ketika kepentingan terusik (sikap partai) jadi berbeda," kata Mubarok ketika dihubungi wartawan, Jumat 4 November 2011.
Menurut Mubarok, kegunaan Setgab hanyalah wadah komunikasi politik untuk mengurangi potensi konflik antaranggotanya. "Peluang konflik berkurang," ujarnya. Namun ia yakin kondisi yang berkembang di antara partai-partai menengah tidak akan mengganggu keberlangsungan Setgab.
Terkait penentuan angka ambang batas masuk parlemen (parliamentary threshold) yang saat ini menjadi perdebatan partai-partai menengah, Mubarok menilai hal itu biasa saja dan menjadi bagian berdemokrasi di internal Setgab. Demokrat tidak perlu merasa terganggu dengan sikap yang ditunjukkan partai-partai menengah, antara lain PAN, PKS, PPP, dan PKB.
Dia justru merasa kecewa dengan sikap empat partai menengah bersama dua partai kecil, Hanura dan Gerindra, yang terlalu memikirkan diri sendiri terkait usulan angka ambang batas. "Mereka tidak bicara kepentingan nasional," katanya.
Mubarok menyatakan dalam konteks membicarakan nasib bangsa, kepentingan penyederhanaan jumlah partai menjadi hal krusial. Penyederhanaan jumlah partai hanya dapat dilakukan lewat dua cara, dipaksa atau demokrasi. Cara yang sekarang dipilih Demokrat adalah melalui pendekatan demokratis, yakni dengan cara menaikkan ambang batas dalam RUU Pemilu. "Kalau (ambang batas) 4-5 persen akan ada perubahan, jumlah partai sedikit, manajemen politik berubah," ujar dia.
Menurut dia, manajemen politik menjadi akar masalah pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Karena itu, ia meminta partai-partai menengah dan kecil tidak hanya memikirkan kepentingan mereka masing-masing. "Mereka harus mengubah cara berpikir, jangan berpikir mereka dibunuh aspirasinya," kata dia.
MAHARDIKA SATRIA HADI