TEMPO Interaktif, Jakarta - Pegiat dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen, Sebastian Salang, mempertanyakan alasan kunjungan sejumlah anggota Komisi Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat ke Maroko. Menurut Sebastian, pemilihan negara Maroko sebagai lokasi kunjungan Komisi Luar Negeri tidak mempunyai konteks yang tepat. "Apa pentingnya pergi ke Maroko? Menurut saya, aneh sekali," kata Sebastian ketika dihubungi di Jakarta, kemarin.
Menurut Sebastian, sebenarnya DPR tidak perlu pergi hingga Maroko kalau hanya untuk mengawasi sejumlah kedutaan besar Indonesia di Timur Tengah. Soalnya ada banyak cara yang bisa dilakukan. Misalnya, ketika menemukan keanehan atau ada indikasi ketidakberesan di kedutaan itu, DPR bisa memanggil duta besarnya, tidak perlu pergi ke sana. Biaya satu orang datang ke sini, kata dia, juga lebih murah dibanding biaya orang berbondong-bondong pergi ke sana.
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi Luar Negeri DPR Mahfudz Siddiq menyatakan Komisi mengirim delegasi ke Maroko sebagai bagian dari pengawasan terhadap sejumlah Kedutaan Besar Indonesia di Timur Tengah. Komisi I dan Kementerian Luar Negeri menggelar diskusi bertajuk "Dinamika Arab Spring dan Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia", yang dihadiri hampir seluruh Kedubes RI di wilayah Timur Tengah.
Mahfudz mengatakan dalam acara itu hadir 11 Duta Besar RI di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara. Dalam pertemuan tersebut, kata dia, sejumlah isu krusial dibahas, terutama hubungan Indonesia dengan negara-negara Timur Tengah. "Seperti perlindungan TKI dan soal perdagangan," kata Mahfudz.
Komisi I Dewan, menurut dia, berharap diskusi ini menghasilkan poin penting untuk menyelesaikan hambatan bilateral antara Indonesia dan negara-negara Timur Tengah. "Kami targetkan menghasilkan kesimpulan pokok dan sejumlah rekomendasi ke pihak pemerintah dan DPR," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera ini.
Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Uchok Sky Khadafi juga mengkritik soal ini. Ia menyatakan pengurangan anggaran kunjungan luar negeri anggota Dewan tahun ini dianggap tidak signifikan. "Hanya pencitraan DPR," katanya.
Pada 2011 ini, kata Uchok, memang terjadi pengurangan atas jumlah kunjungan luar negeri anggota Dewan. Pengurangan jumlah kunjungan ini juga berdampak pada pengurangan anggaran kunjungan luar negeri. Pada 2011, anggaran kunjungan luar negeri DPR Rp 125 miliar, sedangkan pada 2010 anggarannya Rp 170 miliar.
Meski anggaran kunjungan luar negeri anggota Dewan berkurang, menurut Uchok, anggaran kunjungan anggota Dewan secara umum, baik dalam maupun luar negeri, meningkat tahun ini. Berdasarkan analisis Forum Indonesia untuk Transparansi, pada 2011 anggaran pelesiran pejabat malah membengkak.
Anggaran terhadap APBN 2011, anggaran pelesiran pemerintah pada 2011, mengalami kenaikan. Dalam Rancangan APBN 2011, anggaran yang rencananya diajukan Rp 20,9 triliun berubah menjadi Rp 24,5 triliun dalam realisasi APBN 2011.
PRIHANDOKO | FEBRIYAN | SUNUDYANTORO