TEMPO Interaktif, Jakarta—Polemik dugaan pelanggaran HAM di Papua mendapat perhatian serius dari sejumlah wakil rakyat. Wakil Ketua Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat RI, TB Hasanuddin mendesak kepolisian segera mengusut dan menyeret pelaku kekerasan ke meja hijau. “Saya berharap kesimpulan itu bisa dibuktikan dimuka hukum, kalau perlu dibentuk peradilan HAM,” ujarnya kepada Tempo, Minggu 6 November 2011.
Kesimpulan Komnas HAM menyatakan adanya cukup unsur pelanggaran HAM yang dilakukan aparat saat mengamakan kongres Papua. Hal itu didukung dari fakta kematian sejumlah masyarakat sipil akibat tembakan dan sayatan benda tajam. Reaksi datang dari istana negara hari ini. Juru bicara presiden, Julian Pasha menilai kesimpulan Komnas HAM tersebut tergesa-gesa dan tidak didukung alat bukti yang menyakinkan.
Menurut Hasanuddin, proses peradilan diperlukan guna mengakhiri pro-kontra terkait ada-tidanya unsur pelanggaran HAM. Untuk itu, ia mendesak aparat kepolisian maupun TNI segera membentuk tim independen dan mengusut siapa saja yang terlibat dalam aksi kekerasan tersebut. “Biar jelas siapa yang melakukan kesalahan. Apakah kesalahan itu terjadi dilevel pelaksana ataukah dilevel kebijakan,” katanya.
Hasanuddin menilai konflik yang terjadi di tanah Papua merupakan rangkaian persoalan yang kerap ditangani dengan keliru oleh pemerintah. Untuk meredam persoalan yang ada, kata dia, pemerintah acapkali menggunakan pendekatan keamanan dan abai memahami dimensi persoalan lain. “Mestinya pemerintah bisa membuka forum komunikasi dengan masyarakat di sana. Utamanya terkait pembangunan ekonomi,” ujarnya.
Persoalan Papua juga tidak lepas dari adanya persepsi tentang sikap pemerintah yang masih saja memarjinalisasikan masyarakat asli dalam pembangunan ekonomi. Bahkan, konsep pembangunan yang dirancang melalui Otonomi Khusu belum bisa menjawab kebutuhan masyarakat setempat. “Padahal dana Otsus papua itu mencapai Rp 30 Trilliun setiap tahun. Dana itu dialokasikan untuk pembangunan 2 juta penduduk,” katanya.
Baca Juga:
RIKY FERDIANTO