TEMPO Interaktif, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta turun tangan melakukan renegosiasi kontrak karya pemerintah dengan perusahaan tambang asal Amerika Serikat, PT Freeport Indonesia. Ketua Presidium Masyarakat Pertambangan Indonesia, Herman Afif Kusumo, menilai renegosiasi tidak akan berhasil bila dilakukan hanya oleh pejabat setingkat direktur jenderal. "Harus langsung ditangani oleh Presiden SBY, dibantu Menteri Energi, Jero Wacik," ujar Herman saat menggelar diskusi di kantornya, Rabu, 9 September 2011.
Freeport akan meremehkan utusan dari Indonesia selama belum Presiden sendiri yang menyambangi. Pasalnya, perusahaan tersebut menjalin kontrak dengan sistem Business to Government dengan Indonesia. Sebagai pelaku bisnis mereka langsung menjalin ikatan dengan pemerintah. "Mereka terbiasa berurusan dengan petinggi negara," kata dia.
Dia menceritakan, Freeport masuk ke Indonesia pada 1967 dan saat itu mereka berhadapan langsung dengan Mantan Presiden Soeharto. Sebagai investor, pintu dibuka lebar-lebar bagi Freeport kala itu. Segala kemudahan diberikan oleh Pemerintah Indonesia. Mulanya hanya mengajukan izin mengoperasikan lahan tambang tembaga. Begitu menemukan emas, mereka mengkategorikan temuan emas tersebut sebagai hasil tambang galian ikutan.
Berdasarkan kontrak pertama, seharusnya Freeport habis masa operasinya pada 1997. Namun, jauh sebelum masa kontrak berakhir, petinggi Freeport, termasuk dalam hal ini para pejabat dari Amerika, melobi Pemerintah Indonesia untuk renegosiasi dan memperpanjang kontrak. "Mereka tahu cadangan di Papua sangat banyak sehingga mereka bernegosiasi sebelum habis masa kontrak," jelasnya.
Tahun 1991, Freeport berhasil memperpanjang kontraknya selama 20 tahun dan dalam kontrak karya generasi terbaru itu disebutkan bahwa kontrak dapat diperpanjang kembali selama 2 x 10 tahun apabila Freeport menginginkan.
Herman mengingatkan, apabila saat itu keinginan Freeport untuk renegosiasi dikabulkan oleh pemerintah, meski belum habis jangka waktu, semestinya, Freeport juga menanggapi positif upaya renegosiasi yang kini sedang dilancarkan oleh Pemerintah Indonesia."Harus adil. Dulu dia minta renegosiasi kita mau, sekarang kita minta renegosiasi harusnya dia juga bersedia," katanya.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan akan mengunjungi Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat untuk hadir dalam acara Konferensi Tingkat Tinggi Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) pada 10-12 November besok. Herman mengharapkan, di sela-sela konferensi tersebut, Presiden Susilo dapat membicarakan upaya renegosiasi Freeport dengan para petinggi negara maupun perusahaan tambang asal Amerika tersebut.
Herman yakin posisi tawar Indonesia cukup bagus kepada Freeport. Pasalnya, produksi tembaga dan emas dari tambang Grassberg menyumbangkan pendapatan yang sangat signifikan bagi perusahaan tersebut. Freeport juga dinilai tidak akan keluar dari Indonesia begitu saja.
Pemerintah bisa juga menawarkan penambahan jasa keamanan kepada Freeport dalam renegosiasi, mengingat kondisi wilayah oeprasional lahan tambang mereka terkategori sebagai rawan konflik."Istilahnya, help me to help you," kata dia.
Secara kinerja sebagai perusahaan tambang dalam pengolahan dan proses produksi, Herman menilai Freeport sudah cukup bagus."Tetapi begitu masuk soal terms ekonomi, mereka sangat kapitalis," kritiknya. Beroperasi puluhan tahun, Freeport diyakini sudah cukup banyak mengambil keuntungan besar dari Indonesia.
GUSTIDHA BUDIARTIE