TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD tak peduli jika ada yang menyebutnya, sengaja mencari sensasi terkait pernyataannya. Sebelumnya, Mahfud menyatakan ada praktek jual-beli pasal dalam proses pembuatan undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Ditemui di kantornya, Kamis 17 November 2011, Mahfud mengaku tak akan terpancing dengan pernyataan banyak pihak yang meminta dirinya menunjukkan bukti soal jual beli pasal itu. Apalagi, kata Mahfud, jika tudingan sensasi itu terkait isu Pemilu 2014."Sah-sah saja mereka bicara" kata Mahfud. " Kalau diam nanti dibilang sok alim, kalau ngomong dibilang untuk menarik perhatian. Pokoknya kalau urusan politik itu apapun bisa dibuat orang dan saya nggak peduli,"
Menurut Mahfud, praktek juall beli yang dipaparkannya itu, sebenarnya sudah terbukti di pengadilan. Misalnya saja kasus aliran dana YPPI Bank Indonesia yang diduga mengalir ke DPR sebesar Rp 31,5 miliar. Lalu kasus suap program percepatan pembangunan dan infrastruktur daerah di Kementerian Tenaga Kerja yang kini ditangani KPK.
Mahfud juga enggan menanggapi permintaan sejumlah pihak yang memaksanya menunjukkan bukti terkait ucapannya. Karena pada dasarnya kasus-kasus tersebut memang pernah disidangkan dan telah terbukti di pengadilan.
"Kenapa saya harus melapor itu, wong semua orang sudah tahu. Saya itu hanya mengatakan yang semua orang sudah tahu dan sudah terbukti di Pengadilan, kok minta saya membuktikan lagi, untuk apa saya membuktikan,"ujarnya.
Terkait pernyataannya ini, kata dia, banyak pihak yang memberik dukungan. Bahkan ada beberapa pejabat kementerian yang bersiap mendukungnya secara terang-terangan.
"Banyak pejabat eselon 1, ada mantan menteri juga bilang, terus (saja) pak, saya berani jadi saksi karena saya juga mengalami. Pejabat eselon 1 itu bilang Bapak betul, Departemen kami itu nggak punya anggraran, tapi menterinya harus cari akal karena harus ada 'dana gizi' istilahnya,"kata mantan anggota DPR ini.
Sebenarnya, lanjut Mahfud, dirinya tak bermaksud pernyataannya itu muncul di media massa. Karena apa yang disebutkannya itu adalah bagian ilustrasi dari ceramahnya saat menjadi pembicara utama dalam sebuah seminar di Jakarta. Saat itu ia berbicara mengenai politik hukum, dimana ia menyebut ada tiga hal yang menyebabkan undang-undang di Indonesia buruk, yaitu tukar menukar antara kekuatan politik, profesionalitas dan adanya jual beli dalam penentuan isi pasal-pasal undang-undang.
"Saya tak bermaksud ini muncul ke media, tapi itu muncul di media saya malah senang. Karena saya bicara itu di forum ilmiah dan wartawan yang menulis,"ujarnya.
MUNAWWAROH