TEMPO Interaktif, Jakarta:- Dewan Perwakilan Rakyat mendukung rencana pemerintah untuk membeli pesawat kepresidenan. Rencana membeli pesawat kepresidenan dialokasikan dalam tiga tahun anggaran hingga 2012.
Wakil Ketua Komisi II Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Aparatur Negara DPR Abdul Hakam Naja menyatakan, selain menjadi kebutuhan kenegaraan, pesawat kepresidenan menjadi prestise kepala negara dalam kunjungan kerja.
Ia menyatakan persetujuan ini berdasarkan kalkulasi antara Dewan dan Sekretaris Negara yang menilai biaya sewa pesawat lebih tinggi dibanding bila memiliki pesawat sendiri. "Biaya pembelian pesawat kepresidenan bisa ditutup selama lima hingga tujuh tahun dari biaya sewa," kata Abdul Hakam ketika dihubungi di Jakarta, Minggu 20 November 2011.
Komisi II telah menerima rancangan pembelian pesawat kepresidenan dengan nilai anggaran lebih-kurang US$ 58 juta. Pesawat khusus ini segera datang tahun depan. Abdul Hakam berharap kelak pesawat itu mampu memenuhi kebutuhan untuk kegiatan presiden dan wakilnya. Itulah sebabnya, ia mengingatkan Sekretaris Negara agar mampu memperhitungkan penggunaannya secara terukur. "Jangan sampai setelah punya pesawat malah menimbulkan pemborosan anggaran baru," katanya.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Evita Nursanty, punya pendapat yang sama. Ia mendukung pembelian tersebut. Menurut dia, kepemilikan pesawat khusus untuk kepala negara ini untuk menjamin keamanan presiden.
"Ini lebih baik dari sisi keamanan dibanding kalau carter pesawat yang sering berganti," ujar Evita. Selain itu, kata dia, ini soal prestise kepala negara di mata dunia. Misalnya saat pertemuan antarkepala negara di dunia. "Masak hanya Presiden RI saja yang menggunakan pesawat komersial carter," katanya.
Politikus PDI Perjuangan yang lain, Wakil Ketua Komisi Pemerintahan DPR Ganjar Pranowo, mengatakan belum menerima data terbaru mengenai rencana pembelian pesawat presiden. "Kami pernah minta data lengkapnya, tapi hingga kini belum menerima," katanya.
Menurut Ganjar, rencana pembelian ini sudah dibahas antara DPR dan pemerintah sejak periode sebelumnya. Namun rapat terakhir antara Komisi dan Sekretariat Negara soal pembelian pesawat ini dilakukan tahun lalu.
Alasan pemerintah, kata dia, pengadaan pesawat kepresidenan ditujukan untuk meningkatkan kualitas dukungan pada kelancaran kegiatan presiden dan wakil presiden. Dibandingkan dengan mencarter pesawat reguler atau komersial melalui maskapai penerbangan Garuda Indonesia, kata Ganjar, pengadaan ini dianggap lebih menghemat anggaran.
Saat ini Sekretariat Negara mengusulkan pembelian pesawat jenis Boeing Business Jet dengan anggaran lebih dari Rp 600 miliar. Pada prinsipnya, kata Ganjar, saat itu Komisi setuju terhadap rencana tersebut. Tapi pemerintah diminta melakukan negosiasi kembali mengenai harga yang diajukan untuk menghemat anggaran.
Ganjar meminta Sekretariat Negara menyampaikan penjelasan tertulis secara terperinci mengenai aspek-aspek yang berkaitan dengan pengadaan pesawat itu. "Terutama spesifikasi teknis, biaya pemeliharaan, biaya asuransi, dan biaya terkait lainnya," kata dia.
l EDI FAISOL | MUNAWWAROH | SUNUDYANTORO