TEMPO Interaktif, Jakarta - Bekas Menteri BUMN Soyan Djalil mengaku bahwa salah satu penghambat kinerja badan usaha milik negara adalah birokrasi. “Banyak masalah (yang berpengaruh terhadap kinerja BUMN) yang berasal dari luar Kementerian,” ujar Sofyan yang kini menjadi penasihat Wakil Presiden bidang perencanaan strategis itu.
Sofyan dan dua pemberi lain bicara dalam diskusi “Transformasi BUMN Menuju Pentas Global”, Selasa 23 November 2011, di Hotel Kempinski Jakarta. Diskusi itu merupakan kerja sama antara kelompok Tempo dan IRAI (Independent Research Advisory Indonesia).
Baca Juga:
Tampil sebagai pembicara pertama di sesi kedua, Sofyan mengatakan intervensi politik merupakan salah satu masalah itu. “Saya dulu pernah mengancam akan mundur ketika ada intervensi politik. Tapi akhirnya hal itu berlalu,” ucap Sofyan.
Di mata bekas menteri ini secara institusi banyak BUMN yang sudah bagus. Potensi pertumbuhannya pun menjanjikan. Tapi ada satu masalah besar, ”BUMN tak melihat lagi bahwa ada masalah.” Sofyan setuju dengan ungkapan Menteri BUMN Dahlan Iskan bahwa di dalam 142 BUMN yang ada sekarang ini banyak sekali orang pintar dan itu melahirkan racikan yang aneh. Dahlan mengumpamakan seperti soto yang enak, tapi dicampur dengan rawon yang enak, akhirnya melahirkan rasa yang tak jelas.
Sofyan memuji langkah-langkah Dahlan Iskan yang dinilainya sebagai transformasi besar. “Saya dulu lebih banyak menyelesaikan soal secara parsial, tapi Pak Dahkan ini benar-benar transformasional." Dalam masa kepemimpinan Sofyan Djalil, banyak anak muda yang ditunjuknya menjadi CEO BUMN. Dia mendudukkan Jimmy Gani, seorang pemilik perusahaan konsultan, menjadi Dirut Sarinah. Bekas Managing Director Citibank Ignatius Jonan direkrut menjadi Dirut PT Kereta Api. Bekas Direktur Investment Banking JP Morgan Hendi Prio Santoso diangkat menjadi Dirut Perusahaan Gas Negara. Rudiantara yang dulunya eks Rajawali Group didapuk menjadi Wakil Dirut PLN.
Baca Juga:
Dahkan Iskan dinilainya akan membuat lompatan lebih besar. Namun, ”Saya berharap orang-orang BUMN tidak menjadi bingung dengan lompatan-lompatan dia. Kalau Pak Dahlan sukses mentransformasi BUMN, saya kira dia pantas mentransformasi Indonesia,” kata Sofyan Djalil.
Sumaryanto Widayatin, Deputi Bidang Infrastruktur dan Logistik Kementerian BUMN, juga tampil bicara di sesi kedua semalam. Kadangkala, menurutnya, BUMN terjebak regulasi yang dibuatnya sendiri. Maka pemikiran out of the box sangat penting dilakukan untuk mendongkrak kinerja BUMN.
Salah satu hasil pemikiran out of the box itu adalah proyek jalan tol “Interchange Ngurah Rai”, yang menghubungkan Bandara Ngurah Rai dan Tanjung Benoa sepanjang lebih 10 kilometer. Tadinya proyek ini akan didanai lewat APBN, tapi akhirnya dengan membangun konsorsium BUMN proyek ini tak perlu lagi menggunakan dana APBN.
Konsorsium itu terdiri atas PT Jasa Marga (Persero) Tbk yang memegang 60 persen saham, kemudian ada PT Pelindo III yang punya 20 persen saham, PT Angkasa Pura I (Persero) dengan 10 persen, PT Wijaya Karya (Persero) lima persen, PT Adhi Karya (Persero) Tbk dua persen, dan PT Hutama Karya (Persero) Tbk dua persen. Adapun Bali Tourism Development Center memiliki satu persen saham. Penandatanganan perjanjian konsorsium dilakukan pada Mei lalu. Proyek ini diharapkan selesai sebelum KTT Apec di Bali pada 2013 mendatang.
“Kami bisa membangun di atas rawa-rawa dan lahan tak produktif tanpa merusak lingkungan,” ujar Sumaryanto yang menunjuk kerja sama BUMN itu sebagai terobosan out of the box. Dia berharap penyelesaian 24 ruas jalan tol yang sekarang mangkrak akibat pembebasan tanah macet itu dilakukan dengan terobosan yang sama.
Pengamat ekonomi Aviliani mengatakan bahwa target pemerintah mendongkrak aset BUMN dari Rp 2.500 triliun saat ini menjadi Rp 11.000 triliun dalam lima tahun mendatang bukanlah hal yang tak bisa dicapai. Secara makro, menurut pengamat INDEF ini, 22 sektor pembangunan Indonesia membutuhkan dana investasi Rp 4.000 triliun. Proyek infrastruktur saja membutuhkan Rp 1400 triliun.
Dengan memperbaiki kinerja BUMN, Aviliani yakin ekonomi Indonesia akan bertumbuh lebih baik. “Tanpa sumbangan BUMN saja Indonesia akan tumbuh 6,2 persen pada tahun depan. Dengan memperhitungkan kinerja BUMN, pertumbuhan itu bisa menjadi 7 persen,” katanya.
Avialiani mengatakan BUMN perlu memanfaatkan beberapa keuntungan dari keadaan ekonomi mendatang ini. Dengan tingkat inflasi rendah dan kemungkinan rating investasi Indonesia meningkat, BUMN perlu melakukan investasi besar. Investasi itu bisa dengan cara memperkuat public partnership. BUMN perlu mencari cara agar dana investasi tersedia. “Tidak hanya dengan cara menjual saham seperti yang dilakukan Krakatau Stell atau Garuda Indonesia, tapi banyak cara yang lain,” ujarnya.
Maka, Aviliani menyarankan agar lima tahun mendatang ini benar-benar menjadi masa investasi bagi BUMN. Untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan proyek, Aviliani mengusulkan pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden agar jalannya proyek lebih cepat. “Terlalu lama bila setiap kali harus menunggu undang-undang.” Dalam kasus jalan tol, contohnya, keluhan dalam pelaksanaan proyek adalah pembebasan tanah. Sampai sekarang UU Pembebasan Tanah belum juga rampung di Dewan Perwakilan Rakyat.
TH