TEMPO Interaktif, Jakarta - Kondisi perusahaan pelayaran pemerintah, PT Djakarta Lloyd (Persero), saat ini sangat memprihatinkan. Sejak Februari lalu perusahaan yang didirikan pada 1950 ini tak lagi mendapat penghasilan karena armada kapal yang rusak dan sebagian disita pengadilan.
Dalam keterangan tertulisnya manajemen Djakarta Lloyd mengatakan saat ini ada 5 kapal tipe Palwo Buwono (PB) dan 1 kapal tipe Caraka yang rusak dan perlu biaya perbaikan.
Sedangkan 3 kapal tipe Caraka lainnya disita Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan menunggu proses lelang. Selain itu, gara-gara utang, 5 kapal tipe Caraka lainnya sudah dilelang di Singapura dan sebagian diambil alih PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (Persero).
Karena itu Djakarta Lloyd kini membutuhkan dana sebesar Rp 481 miliar untuk restrukturisasi dan revitalisasi perusahaan. "Khusus untuk perbaikan kapal perlu Rp 140 miliar," kata Direktur Utama Djakarta Lloyd, Syahril Japarin, Kamis 24 November 2011.
Menurut Deputi Bidang Usaha Infrastruktur dan Logistik Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Sumaryanto Widayatin, selain armada, tuntutan hukum dari para kreditor juga sangat membatasi operasional Djakarta Lloyd. Dia mencontohkan tuntutan pailit dari Indover Bank yang sudah sampai tingkat kasasi sejak Februari 2011. "Tapi saat ini belum ada keputusan," kata dia.
Selain itu. kata Sumaryanto, perusahaan itu juga mengalami kelebihan tenaga kerja. Komposisi karyawan darat dan laut tidak optimal. Karyawan pun sulit dikendalikan karena tidak ada kegiatan operasional yang sesuai. "Perusahaan juga tidak mampu membayar hak karyawan," kata dia.
Saat ini total utang perusahaan tercatat sebesar Rp 3,6 triliun, yang terdiri dari utang SLA (subsidiary Loan Agreement) sebesar Rp 2,4 triliun dan utang kepada lebih dari 200 kreditor dan rekanan dari dalam ataupun luar negeri. Perusahaan ini berencana mengusulkan utang dalam bentuk SLA dikonversi menjadi penyertaan modal negara.
EVANA DEWI