TEMPO Interaktif, Jakarta - Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad, berjanji tak akan banyak mengumbar pernyataan ke publik jika nanti terpilih. Ia mengkritik Busyro Muqoddas yang banyak berbicara ke publik dengan menyebutnya seperti pemain sinetron.
"Sebagai penegak hukum itu seharusnya sudah tahu karakter penegak hukum yang tidak boleh banyak bicara ke publik. Tidak boleh banyak tampil di televisi. Kalau sering tampil itu seperti sinetron saja," ujarnya dalam uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK di DPR, Senin, 28 November 2011.
Abraham Samad adalah satu dari delapan calon pimpinan KPK yang menjalani uji kelayakan dan kepatutan di DPR. Pengacara dan akademisi asal Sulawesi Selatan ini mendapat giliran pertama untuk berhadapan dengan Komisi Hukum DPR.
Dalam ujian yang berlangsung sejak pukul 10.00 tadi, anggota Komisi Hukum mencecar Abraham dengan berbagai pertanyaan seputar tugasnya jika nanti terpilih sebagai calon pimpinan. Di antaranya oleh Bambang Soesatyo dari Fraksi Partai Golongan Karya. Bambang mempertanyakan beberapa pernyataan Ketua KPK Busyro Muqoddas.
Di antaranya adalah ketika Busyro membeberkan berbagai kasus mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin. "KPK mengatakan bahwa sedang mengumpulkan bahan dan keterangan sejumlah kasus yang total nilainya Rp 6,03 triliun dengan melibatkan 7 kementerian. Dua di antaranya sudah masuk penyidikan. Apakah Anda menganggap pernyataan seperti itu pantas sebagai penegak hukum?" tanyanya kepada Abraham.
Abraham pun mengatakan bahwa pernyataan seperti itu tak pantas dikeluarkan oleh penegak hukum. Ia mengatakan bahwa penegak hukum harus merahasiakan informasi yang terkait dengan kasus-kasus yang ditanganinya. "Karena penyelidikan dan penyidikan itu seharusnya seperti operasi intelijen, silent operation," ujarnya. "Kalau tidak, orang bisa menghilangkan barang bukti," lanjut Abraham.
Ia juga mengatakan bahwa dirinya akan lebih banyak bekerja untuk menuntaskan kasus-kasus besar dibanding tampil di publik. Ia mengatakan bahwa dirinya akan memprioritaskan korupsi yang jelas merugikan negara dalam jumlah besar. "Seperti misalnya masalah pertambangan dan pajak," ujarnya.
FEBRIYAN