TEMPO Interaktif, Jakarta - Komunitas Peta Hijau Jakarta akan menambah tiga peta lagi tahun depan. Peta pertama terkait dengan kawasan Kecamatan Kramat Jati. Kedua, pemetaan terfokus pada mal-mal ramah lingkungan di Jakarta. Lalu peta terakhir mengenai perkampungan kumuh Jakarta yang tidak dimasukkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah DKI ataupun Rencana Detail Tata Ruang.
Pembuatan satu peta butuh waktu enam bulan sampai satu tahun. Terdiri dari lokakarya untuk pembuatan standar operasi, survei setiap akhir pekan, hingga akhirnya dicetak. "Dibuatnya secara paralel oleh tiga tim berbeda di waktu bersamaan," kata Nirwana Joga, Koordinator Peta Hijau, ketika ditemui di BPPI, Veteran, Jakarta Pusat, Minggu 11 Desember 2011.
Ada kemungkinan ketiga peta baru selesai dicetak akhir 2012 atau awal 2013. "Tapi kalau satu peta sudah selesai, tak harus menunggu peta lainnya, ya, langsung diluncurkan ke masyarakat," ujar pengamat lingkungan yang akrab dipanggil Yudi ini.
Mulai hari ini komunitas memulai lokakarya. Sedang survei dimulai Januari 2012 nanti. Survei akan dilakukan langsung ke lapangan bekerja sama dengan beberapa komunitas lain.
Peta pertama dibuat untuk melengkapi Rencana Detail Tata Ruang untuk Kecamatan Kramat Jati. Menggunakan peta dasar dari Rencana Tata Ruang Wilayah, komunitas ini akan memetakan potensi alam seperti salak Condet dan habitat Elang Bondol, peninggalan kebudayaan seperti kawasan HEK, juga pemanfaatan lingkungan bantaran kali Ciliwung. "Surveinya langsung dari rumah ke rumah melibatkan warga. Supaya warganya juga tahu potensinya dan mau menjaga lingkungan sekitar," kata Nirwono.
Untuk peta kawasan Kramat Jati, Peta Hijau bekerja sama dengan karang taruna setempat dan beberapa komunitas, di antaranya Komunitas Pengamat Burung, Komunitas Ciliwung-Condet, dan Transformasi Hijau.
"Kami mau melengkapi dengan peta kawasan karena penjaringan untuk RDTR pasti hanya sedikit masukan warga. Selain harus warga yang proaktif ke kantor kelurahan dan kecamatan, penjaringan juga dilakukan hari kerja saat warga sibuk," kata Nirwono. Jika sukses di Kramat Jati, pembuatan peta hijau serupa akan dilakukan di 43 kecamatan lain di Jakarta.
Ketua Divisi Sosialisasi Peta Hijau, Bayu Wardhana, menambahkan peta mengenai mal ramah lingkungan dirasa perlu karena ada pergeseran makna mengenai mal. Warga Jakarta saat ini lebih suka rekreasi di mal.
Fokus utama peta adalah keamanan dan kenyamanan mal, baik bagi pengunjung maupun warga lingkungan sekitar. Seperti tanda bahaya dan penanganan saat terjadi gempa dan kebakaran, kepatuhan terhadap larangan merokok, ruang ibu menyusui, ketersediaan tempat ibadah, cara pengelola mendaur ulang air, ketersediaan parkir sepeda, hingga penanganan polusi suara akibat keberadaan mal.
"Tak ada hubungan langsung dengan pengelola mal. Surveinya tentu dengan reportase langsung sebagai pengunjung," kata dia.
Sedang peta perkampungan kumuh di Jakarta, kata Nirwono, untuk memetakan area abu-abu atau lubang hitam Ibu Kota. "Daerah ini dianggap tidak eksis karena masalah kependudukan, sengketa lahan, padahal di sana banyak permasalahan lingkungan," ujar Nirwono menambahkan.
Ketiga peta ini akan menambah 9 peta lain yang sudah dikeluarkan Peta Hijau, yaitu peta Kemang (2001), peta Kebayoran Baru (2002), peta Menteng (2003), peta Kota Tua (2005), peta Jelajah Jakarta (naik transportasi) Hijau (2009), Kenali Situ Jakarta dan sekitarnya (2009), Satu Dasawarsa Peta Hijau Jakarta (2010), Keanekaragaman Hayati Jakarta (2011), dan peta Jakarta Dulu Potret Kini (2011). "Ini semua bukti bahwa masyarakat Jakarta masih peduli dengan lingkungannya," kata Nirwono.
ARYANI KRISTANTI