TEMPO Interaktif, Jakarta - Sejumlah kalangan mengingatkan pemerintah untuk bertindak bijak dalam mengimpor 500 ribu ton gula putih pada awal 2012 guna menambal kekurangan produksi di dalam.
Mereka mempertanyakan keakuratan data kebutuhan gula di Tanah Air yang disodorkan pemerintah untuk mencegah silang sengkarut antara pemerintah dan pemangku kepentingan industri gula.
“Transparansi dan keakurasian data sangat penting agar kebutuhan gula konsumen terpenuhi dan kepentingan petani dan industri tak terganggu,” kata penggiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, kepada Tempo, di Jakarta, Selasa, 13 Desember 2011.
Menurut Khudori, impor gula bisa saja dilakukan. Namun hal itu tetap harus memperhatikan beberapa hal, di antaranya jumlah yang diimpor benar-benar sesuai dengan kebutuhan riil konsumen dan tak berbarengan dengan jadwal giling.
Arum Sabil, Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), berpendapat senada. “Memang, ada kekhawatiran pada Mei 2012 ada kelangkaan pasokan. Apakah benar?” kata dia saat dihubungi.
Menurut Sabil, Kementerian Perdagangan kurang cermat dalam menghitung stok gula nasional. Dia menyebut stok gula tahun lalu 3,495 juta ton. Stok itu termasuk rembesan gula rafinasi dan gula dari sumber lain.
Jumlah itu terdiri dari realisasi produksi nasional sebanyak 2.150 juta ton dan raw sugar atau gula kristal mentah yang diolah menjadi gula putih 225 ribu ton, serta rembesan gula rafinasi. Jadi totalnya 3,495 ton. “Ini lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan,” kata Arum.
Merembesnya gula rafinasi, yang seharusnya untuk industri, ke pasar konsumsi, kata Arum, sangat mungkin terjadi. “Sebab tiap tahun ada izin impor raw sugar (untuk dirafinasi) sebanyak 3 juta ton lebih. Padahal kebutuhan hanya 2 juta ton lebih sedikit. Ke mana sisanya?” ujar dia.
Akibat masuknya gula rafinasi, gula produksi petani banyak yang tak terserap atau mengendap. Jumlah gula itulah yang dinilai Arum dan Khudori luput dari perhatian pemerintah.
Khudori menyodorkan dua syarat yang lebih moderat bila impor tak bisa dihindarkan. Pertama, yang diimpor adalah raw sugar untuk diolah oleh pabrik gula menjadi gula putih. “Sehingga nilai tambahnya masih ada, yaitu industri tetap menyerap tenaga kerja dan menghemat devisa,” ucap dia.
Pasalnya bila yang diimpor raw sugar dan diolah menjadi gula putih di dalam negeri , pemerintah bisa menghemat US$ 100 atau sekitar Rp 900 ribu per ton. “Bila 500 ribu ton berarti bisa menghemat Rp 450 miliar,” ujar Khudori.
Syarat kedua, perketat pengawasan peredaran gula rafinasi dan izin impor gula mentah untuk rafinasi. “Karena dalam dua kali survei yang dilakukan pemerintah pada 2007 dan 2009 lalu tentang kebutuhan rafinasi itu, ternyata datanya berbeda,” ujar dia.
Sebelumnya Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan target produksi gula dalam negeri pada 2011 ini meleset dari target. Semula pemerintah mematok target 2,7 juta ton, tapi realisasinya hanya 2,3-2,4 juta ton. Karena itulah kemungkinan pemerintah bakal mengimpor 300-500 ribu ton pada awal tahun depan.
ARIF ARIANTO