TEMPO Interaktif, Lumajang - Keberadaan situs Biting di Desa Kutorenon, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, menjadi tema pembahasan dalam Seminar Nasional Situs Biting di Gedung Guru, Lumajang, Sabtu, 17 Desember 2011.
Novida Abbas, salah seorang pembicara yang juga peneliti dari Balai Arkeologi Yogyakarta, menjelaskan situs Biting, termasuk benteng yang mengitari areal seluas kurang lebih 135 hektare, merupakan bukti penting sejarah di Jawa Timur.
Struktur bangunan benteng memperlihatkan betapa tingginya kemampuan teknologi dan arsitektur zaman dahulu. "Ini merupakan satu-satunya benteng di Jawa Timur," katanya. Sebab benteng sebagai salah satu bentuk pertahanan wilayah pada zaman dahulu biasanya memanfaatkan bentang alam, seperti sungai.
Keberadaan Situs Biting, menurut Novida, perlu didukung oleh penelitian untuk mendapatkan bukti secara arkeologis. "Hingga saat ini belum ada bukti tertulis yang menceritakan tentang situs Biting,” ujarnya.
Bukti arkeologi sementara ini hanya peninggalan sejarah berupa keris, mata tombak, serta uang logam. Selain itu adanya istilah Arenon yang populer di kalangan warga setempat. Arenon adalah sebutan untuk Kutorenon yang merupakan nama desa tempat situs berada.
Pembicara lainnya, Dwi Cahyono, dosen sejarah Universitas Negeri Malang, mengatakan keberadaan Situs Biting merupakan jejak penting sejarah Kerajaan Majapahit. Juga menjadi petanda dinamika politik Nagara Lamajang sejak zaman Kerajaan Singasari hingga berdirinya Kerajaan Majapahit. Dalam tinjauan sosial politik ada peralihan status dari negara bawahan di era Singosari menjadi kerajaan otonom di awal Majapahit.
Adapun Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sejarah (MGMPS), Nanang MC Yusuf, mengatakan pemerintah perlu segera menetapkan Situs Biting sebagai cagar budaya yang dilindungi payung hukum berupa peraturan daerah.
Usai seminar, puluhan guru yang tergabung dalam MGMPS melakukan aksi tanda tangan di atas selembar kain putih. Mereka mendukung perlunya penyelamatan Situs Biting dengan menetapkannya sebagai cagar budaya.
Aksi diprakarsai Ketua Masyarakat Pencinta Peninggalan Majapahit Timur (MPPMT), Mansoer Hidayat. "Situs Biting bernilai sejarah yang tinggi sehingga perlu diselamatkan,” tutur dia.
Situs Biting menjadi satu-satunya bukti sejarah kebesaran wilayah Lamajang masa silam (sebelum tahun1500-an). Selain benteng, juga terdapat sisa-sisa kompleks percandian serta permukiman para bangsawan yang ditandai adanya jeding atau Taman Sari.
Peninggalan sejarah itu dibangun sekitar tahun 1300 saat Kotaraja Lamajang, nama lain Kerajaan Majapahit bagian timur, dipimpin Arya Wiraraja. Tokoh yang juga pernah memimpin Lamajang adalah Patih Nambi.
Berbagai referensi membuktikan adanya Kerajaan Lamajang. Di antaranya prasasti Ranu Gumbolo yang mengisahkan adanya kunjungan Raja Kameswara dari Kerajaan Kadiri yang melakukan perjalanan ritual ke Gunung Semeru. ”Perlu ada penetapan secara hukum tentang keberadaan Situs Biting,” kata Mansoer.
Sebelumnya Mansoer gencar mempersoalkan pembangunan perumahan oleh pihak Perumnas di kawasan Situs Biting. Namun General Manager Perumnas Regional VI, Djaidun Hasan, menjelaskan lokasi perumahan jaraknya jauh dari situs. Bahkan tiga unit rumah yang dekat dengan situs sudah dibongkar. Perumnas pun siap mencari lokasi baru. ”Kami tidak akan merusak peninggalan sejarah,” kata dia kepada Tempo.
Penentuan lokasi tersebut, kata Djaidun, sudah sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Kabupaten Lumajang. Perumnas pun sudah mendapatkan izin prinsip dan izin lokasi dari pemerintah setempat, sehingga bisa mendapatkan sertifikat HGB serta melakukan pembebasan lahan. Detail engineering atau site-plan pun sudah ditandatangani bupati, sehingga diperoleh izin mendirikan bangunan (IMB).
DAVID PRIYASIDHARTA