TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Evita Herawati Legowo, menyatakan bahwa wilayah Jawa-Bali siap untuk mulai menerapkan pembatasan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi pada tahun depan.
"Kesiapan untuk Jawa-Bali sudah 96 persen," ujar Evita, ketika dijumpai di Kementerian Energi, Selasa, 20 Desember 2011. Kesiapan tersebut ditilik dari persiapan Pertamina selaku distributor BBM subsidi dalam menyiapkan tangki dan infrastruktur lainnya.
Persiapan tersebut diperlukan untuk penyediaan bahan bakar minyak non-subsidi, seperti Pertamax dan Pertamax plus, lebih banyak ketimbang penyediaan bahan bakar Premium yang masih disubsidi.
Meskipun telah siap dari sisi infrastruktur penyediaan BBM non-subsidi, pemerintah masih belum memutuskan kebijakan yang akan diterapkan untuk mengatur konsumsi BBM tersebut.
Payung hukum untuk penerapan kebijakan adalah Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2005 jo Nomor 9 Tahun 2006 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Dalam Negeri. "Dari kami, revisi peraturan tersebut sebenarnya sudah selesai, tinggal diserahkan dan dibahas oleh Sekretariat Negara," jelas dia. Targetnya, revisi tersebut dapat selesai dan disahkan pada awal 2012.
Dalam peraturan tersebut nantinya akan diatur mengenai siapa saja yang berhak untuk mengkonsumsi BBM bersubsidi. Terdapat beberapa opsi dalam peraturan tersebut yang masih menanti putusan pusat untuk disahkan. Mekanisme pengendalian yang diujicobakan selama ini, seperti penggunaan alat kendali jarak jauh RFID pada angkutan umum, kemungkinan akan diterapkan.
Mengenai wilayah pembatasan, memang akan dilakukan secara bertahap. Dimulai terlebih dahulu di wilayah Jawa-Bali yang sudah siap. Pembatasan rencananya akan diterapkan mulai April 2012. Namun, untuk menekan konsumsi agar tak lewati kuota seperti saat ini, pemerintah akan mulai melaksanakan pengawasan sejak awal tahun depan. Konsumsi terbesar BBM subsidi memang dirajai oleh wilayah Jawa dan Bali sebesar 59 persen, disusul oleh Sumatera dengan konsumsi sebesar 23 persen.
Saat ini setidaknya terdapat 3.059 SPBU yang berada di Jawa dan Bali. Berdasarkan data terakhir, terdapat sekitar 296 unit yang belum siap melaksanakan pengaturan BBM. Sedangkan program pengaturan BBM bersubsidi di luar Jawa dan Bali masih perlu waktu untuk memulainya.
Di luar Jawa, dari 1.609 SPBU, 370 di antaranya memerlukan penyelesaian, seperti tambahan tangki dan lainnya. Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengatakan total kebutuhan investasi SPBU untuk program pengaturan BBM bersubsidi mencapai Rp 524 miliar untuk 666 SPBU. Perinciannya, di Jawa-Bali senilai Rp 232 miliar untuk 296 SPBU dan luar Jawa Bali Rp 291 miliar untuk 370 SPBU.
GUSTIDHA BUDIARTIE