TEMPO.CO, Balikpapan - LSM Telapak menyatakan pasokan sumber air Kalimantan Timur terancam eksploitasi pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa sawit. Salah satu indikatornya adalah kekeringan air di tiga kelurahan Penajam Paser Utara, yaitu Gersik, Jenebora, dan Pantai Lango.
“Kekeringan sudah mulai terjadi di sejumlah daerah Kalimantan Timur,” kata Media Officer Telapak, Sheila Kartika, Minggu 25 Desember 201.
Sheila mengatakan dalam empat bulan terakhir terjadi penyusutan drastis debit air waduk di Penajam. Semua itu, menurutnya, disebabkan oleh keberadaan dua tambang batu bara yang merusak daerah aliran sungai (DAS) di Penajam.
Kondisi nyaris serupa, lanjut Sheila, terjadi pula di Dusun Berambai, Kutai Kartanegara. Sungai-sungai setempat sudah tercemar oleh keberadaan tambang batu bara PT Mahakam Sumber Jaya sejak 2005 silam. “Padahal itu sumber air satu-satunya masyarakat suku Dayak Kenyah di Kutai,” tutur dia.
Pencemaran aliran sungai terjadi di Sungai Ohong dan Nayan Kutai Barat yang terkepung tambang batu bara dan perkebunan kelapa sawit. Di kawasan Kutai Barat terdapat PT Lonsum (London–Sumatera), PT Gunung Bayan Pratama Coal, dan PT Munte Waniq Jaya Perkasa.
“Mereka ini yang merusak hutan cadangan air warga kampung Lemponah dan Muara Tae serta kampung lain yang dihuni oleh masyarakat adat Benuaq,” ujarnya.
Sheila mengatakan keberadaan tambang batu bara dan perkebunan sawit tidak menyentuh kesejahteraan masyarakat. Kalimantan Timur justru sangat tergantung pada pasokan pangan dari provinsi lain seperti beras, sayuran, dan daging.
“Lahan pertanian tiap tahun merosot. Tahun 2009-2011 lahan pertanian rakyat yang beralih fungsi jadi tambang dan perkebunan seluas 12 ribu hektare,” tuturnya.
Terjadi defisit pasokan beras Kalimantan Timur sebanyak 19.362 ton. Kebutuhan pasokan beras masyarakat sebanyak 357.662 ton yang hanya mampu terpenuhi 338.260 ton.
Provinsi Kalimantan Timur juga dianggap kurang serius dalam penerapan program pembangunan sektor pertanian. Dari anggaran sebesar Rp 10 triliun, hanya teralokasi anggaran sebesar Rp 350 miliar atau 35 persen kas Kalimantan Timur.
“Kabupaten Penajam lebih mengenaskan, hanya Rp 35 miliar atau 4 persen dari APBD mereka untuk pertanian tahun 2011 ini,” ujar Sheila.
Sementara, saat menuntut keadilan, Sheila mengatakan warga justru dihadapkan aparat keamanan hingga preman, seperti yang terjadi pada warga Gunung Kapur dan Rimbawan, di Samarinda Utara. Aparat dan preman dituduh menekan fisik dan psikologis masyarakat.
“Di Berambai, Kutai Kartanegara, 48 warga Dayak Kenyah, mulai dari perempuan, para tetua adat, bahkan anak-anak kecil diangkut paksa dan ditangkap oleh polisi Kukar,” ujar dia.
Sheila berpendapat hukum saat ini sudah disalahgunakan untuk menekan masyarakat. Aparat justru menggunakan UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Batubara untuk menangkap warga yang dianggap mengganggu obyek vital nasional.
“Krisis pangan dan tragedi Mesuji bisa saja terjadi di Kalimantan Timur jika gubernur dan seluruh aparat salah urus mengelola sumber daya sawit ataupun batu bara,” ucap dia.
SG WIBISONO