TEMPO.CO, Mataram - Dua petani tamatan SMA dari Forum Rakyat Anti-tambang (FRAT) yang menjadi korban bentrokan dengan polisi pekan lalu dilarikan ke Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat di Mataram. Dua korban penembakan polisi tersebut dirujuk dari Bima untuk dioperasi.
Sahabudin, 31 tahun, asal Desa Soro, Kecamatan Lambu, sudah dioperasi untuk mengeluarkan peluru, Ahad, 25 Desember 2011. Ia tertembak dengan peluru bersarang di atas lutut kirinya. ‘’Ketika itu saya tertembak di Kampung Guda, Desa Bugis, Kecamatan Sape,’’ ujarnya kepada Tempo, Senin pagi, 26 Desember 2011. Lokasinya dekat dengan Pelabuhan Penyeberangan Sape.
Sedangkan Awaludin Anas, 22 tahun, asal Desa Rato, Kecamatan Lambu, terkena tembakan yang menembus di bawah lutut kanan. Ia belum menjalani operasi. Tidak ada peluru yang tertinggal di lututnya karena diduga tembus. Namun sakitnya terasa.
‘’Untuk operasi harus menunggu Hb-nya (hemoglobin) yang masih rendah,’’ kata Sekretaris Daerah NTB Muhammad Nur selesai menjenguk korban di Ruang Seruni 202. Awaludin mengaku terkena tembakan ketika berada di sekitar dermaga, sewaktu hendak lari.
Keduanya secara terpisah menyatakan menolak keberadaan tambang karena dikhawatirkan merusak lingkungan. ‘’Banyak dampak negatifnya,’’ kata Sahabudin yang dirawat di Ruang Kemuning kamar nomor 318 sewaktu ditemui Tempo. Sebelumnya ia diberitakan oleh Humas FRAT Delian Lubis, melalui SMS kepada Tempo, sudah meninggal dunia.
Adapun Awaludin yang dirawat di Ruang Seruni 202 menyatakan tidak senang adanya tambang di desanya yang disebut sebagai lokasi utama. ‘’Bagaimana nasib petaninya,’’ ucapnya.
Juru bicara Pemerintah Provinsi NTB Lalu Moh. Faozal menyatakan pembiayaan seluruh korban peristiwa Sape ditanggung oleh Gubernur NTB. ‘’Selain itu juga diberikan santunan kepada para korban tewas,” ujar dia.
SUPRIYANTO KHAFID