Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Saat Kekebalan Tubuh Berkhianat

image-gnews
Kenikmatan bernama putaw itu mendamparkan Nuryanto ke ujung nasib. Dokter memvonisnya terinfeksi HIVvirus yang melumpuhkan kekebalan tubuh. Fisiknya melemah. Amarah dan frustrasi menyergapnya. Pikiran untuk mengakhiri hidup berkelebatan di kepala.(EDY SUSANTO)
Kenikmatan bernama putaw itu mendamparkan Nuryanto ke ujung nasib. Dokter memvonisnya terinfeksi HIVvirus yang melumpuhkan kekebalan tubuh. Fisiknya melemah. Amarah dan frustrasi menyergapnya. Pikiran untuk mengakhiri hidup berkelebatan di kepala.(EDY SUSANTO)
Iklan

TEMPO.CO : - Yogaswara, 37 tahun, duduk di kursi roda. Kedua kaki dan tangannya lumpuh permanen. Dia tidak bisa leluasa beraktivitas. Untuk mandi, makan, dan kegiatan lainnya, Yoga harus dibantu keluarga. Kemampuan bernapasnya juga jauh menurun.


Yang tak kalah menyakitkan adalah rasa sakit dari pinggang ke bawah yang dialaminya setiap saat. “Rasanya seperti disayat-sayat,” kata Yoga dengan suara lirih. Penderitaan lainnya adalah sakit luar biasa saat buang air besar dan kecil. “Sakit sekali, bisa sampai teriak-teriak," ia menjelaskan.

Yoga adalah pasien Guillain-Barré Syndrome (GBS). Dia terkena sindrom ini pada 1991, saat duduk di kelas III SMA. Sayang, saat dibawa sebuah rumah sakit di Bandung, dokter tidak mengetahui bahwa Yoga terkena GBS. Diagnosis saat itu, Yoga mengalami kerusakan saraf biasa. Salah terapi membuat kondisinya makin parah. Baru pada 1999, saat menjalani fisioterapi di Subang, Jawa Barat, dokter mendiagnosis Yoga mengalami GBS.

Pengetahuan soal GBS belum banyak dikenal oleh masyarakat luas, bahkan di kalangan petugas medis sekalipun. “Inilah yang membuat pasien GBS sering salah didiagnosis,” kata Ketua Gerakan Peduli GBS Silvia Wahyuni kepada Tempo.Padahal penanganan yang cepat dan tepat bisa menghindari kondisi yang lebih buruk yang dialami pasien GBS, sebagaimana yang dialami Yoga.

GBS adalah sebutan untuk sekumpulan gejala (sindrom) yang ada pada penyakit ini. Penyebab pastinya belum diketahui. Yang jelas, GBS adalah penyakit yang berpengaruh pada kerja otoimun.

Pada pasien GBS, ada "sesuatu" (karena belum diketahui penyebabnya) yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh berkhianat dan menyerang sel, khususnya mielin dari akson, pada susunan saraf tepi si empunya tubuh. Ini menyebabkan fungsi mielin rusak secara bertahap, sehingga saraf pada susunan saraf tepi berhenti meneruskan perintah. Kondisi ini membuat otot-otot yang berada di bawah pengaruh susunan saraf tepi kehilangan kemampuan mengikuti perintah otak.

Saat seseorang terkena serangan GBS, yang dirasakan pertama kali adalah rasa nyeri pada tungkai kaki serta kesemutan di bagian kaki secara berkepanjangan. Kondisi ini berlanjut sampai penderita mengalami baal (mati rasa) yang menjalar ke organ-organ lain di bagian atas. Pasien mengalami sesak napas, tak bisa menelan, hingga otot-otot wajahnya tak bisa ditarik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berbeda dengan Yoga, kondisi yang dialami Boneta, 38 tahun, masih lebih beruntung. Pada pertengahan Juli lalu, tim dokter RS Pusat Pertamina mendiagnosis secara tepat serangan GBS yang dialami. Kini dia sudah sembuh dan bisa beraktivitas seperti biasa.

"Yang masih dirasakan sekarang tremor ringan pada tangan,” kata warga Bintaro ini. Diperkirakan, sekitar 3 persen pasien GBS pasca-kesembuhan mengalami penurunan kualitas kerja otot, sensasi geli, dan kelemahan yang tetap ada hingga bertahun-tahun.

Penyakit GBS bukan penyakit keturunan dan diperkirakan menyerang 1 dalam 100 ribu penduduk. Meski bukan penyakit mematikan, 4 persen penderita berakhir dengan kematian. Satu hal lagi GBS adalah penyakit yang relatif mahal. Sebab tindakan medis yang saat ini dinilai paling akurat adalah dengan immune globulin (intravenous immunoglobulin) dan pertukaran plasma darah (plasmapheresis). Kedua tindakan medis itu terbilang mahal.

Pada pemberian immune globulin, pasien GBS akan diberikan antibodi yang sehat untuk mencegah kerusakan antibodi. Dosisnya 0,4 gram per kilogram berat badan sebanyak 5 kali sehari. “Sekali diberikan, harganya mencapai Rp 4 juta. Artinya, dalam sehari Rp 20 juta,” kata Silvia. Immune globulin diberikan selama dua pekan. Tidak mengheran jika selama menjalani perawatan selama di rumah sakit, Bonita menghabiskan dana hingga Rp 400 juta.


| AMIRULLAH

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hal-hal yang Perlu Diketahui Soal Bahaya Kandungan Senyawa Bromat pada Air Minum dalam Kemasan

21 hari lalu

Ilustrasi label lolos uji keamanan pangan pada kemasan air minum dalam kemasan.
Hal-hal yang Perlu Diketahui Soal Bahaya Kandungan Senyawa Bromat pada Air Minum dalam Kemasan

Pakar mengingatkan bahaya kandungan senyawa bromat yang banyak terbentuk saat Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).


Kemnaker Gelar Workshop Atasi Tantangan Kesehatan Kerja

18 Mei 2022

Dirjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker, Haiyani Rumondang.
Kemnaker Gelar Workshop Atasi Tantangan Kesehatan Kerja

Banyak perubahan terjadi pada ketenagakerjaan. Perlu penyiapan untuk perlindungan tenaga kerja.


Tips Mencegah Iritasi Kulit di Belakang Telinga karena Pakai Masker

8 Maret 2022

Ilustrasi wanita pakai masker sambil bekerja. Freepik.com
Tips Mencegah Iritasi Kulit di Belakang Telinga karena Pakai Masker

Potensi peradangan semakin besar apabila seseorang memiliki kulit sensitif dan menggunakan masker dalam waktu yang lama.


Kenali 6 Penyakit Pembuluh Darah yang Paling Umum Terjadi

30 Desember 2021

Ilustrasi pemeriksaan kesehatan jantung. Shutterstock
Kenali 6 Penyakit Pembuluh Darah yang Paling Umum Terjadi

Penyakit pembuluh darah adalah gangguan yang mempengaruhi sistem peredaran darah dari dan ke organ tubuh.


Sikap Skeptis Tinggi, Daewoong Gaet 15 Anak Muda Kreatif Galakkan Info Kesehatan

20 Desember 2021

Ilustrasi Generasi Milenial. all-souzoku.com
Sikap Skeptis Tinggi, Daewoong Gaet 15 Anak Muda Kreatif Galakkan Info Kesehatan

Banyak masyarakat bersikap skeptis terkait bahaya pandemi Covid-19. Untuk tangani hal itu, Daewoong ajak anak muda galakkan info kesehatan


Asam Lambung Naik, Ketahui Posisi Tidur yang Tepat dan Lakukan Diet Asam Lambung

18 November 2021

Ilustrasi Asam Lambung.(TEMPO/Gunawan Wicaksono)
Asam Lambung Naik, Ketahui Posisi Tidur yang Tepat dan Lakukan Diet Asam Lambung

Beberapa hal yang yang harus diperhatikan penderita gangguan asam lambung adalah posisi tidur dan diet.


Mengenal Demam Tifoid, Cegah dengan Vaksinasi 3 Tahun Sekali

13 November 2021

Ilustrasi pria sakit demam. shutterstock.com
Mengenal Demam Tifoid, Cegah dengan Vaksinasi 3 Tahun Sekali

Indonesia masih endemi demam tifoid atau dikenal dengan sebutan penyakit tipus atau tipes.


Manfaat Berjalan Kaki, Membantu Mengurangi Berat Badan Hingga Mood Lebih Baik

11 November 2021

Ilustrasi wanita berjalan kaki. Freepik.com/Katemangostar
Manfaat Berjalan Kaki, Membantu Mengurangi Berat Badan Hingga Mood Lebih Baik

Rutin berjalan kaki setiap hari membantu mengurangi risiko penyakit jantung, diabetes, dan menurunkan berat badan.


Sering Pakai Semprotan Hidung untuk Mencegah Covid-19, Begini Cara Kerjanya

30 Oktober 2021

Ilustrasi hidung. shutterstock.com
Sering Pakai Semprotan Hidung untuk Mencegah Covid-19, Begini Cara Kerjanya

Salah satu cara mencegah Covid-19 adalah dengan menyemprotkan cairan khusus ke hidung. Apa kandungan dalam cairan itu dan bagaimana cara kerjanya?


5 Cara Terhindar dari Sakit Kepala

24 Oktober 2021

ilustrasi sakit kepala (pixabay.com)
5 Cara Terhindar dari Sakit Kepala

Penyebab sakit kepala yang dominan terjadi selama pandemi Covid-19 adalah kelelahan dan kurang tidur.