TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan organisasi mahasiswa mendesak pemerintah untuk segera mengeluarkan moratorium pemberian izin pertambangan. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Berry Nahdian Furqan mengatakan permasalahan tambang yang muncul di Indonesia saat ini sudah terjadi dari Aceh hingga Papua. “Saat ini harus ada moratorium tambang,” kata Berry.
Menurut Berry, moratorium diperlukan karena hampir di semua daerah pertambangan terjadi kecemburuan sosial antara masyarakat setempat dan warga pendatang. Hal itu, ujarnya, terjadi karena perusahaan tambang tidak menyerap tenaga dari masyarakat lokal dan memilih warga pendatang. “Bagaimana bisa memberikan izin kalau izin itu yang menjadi akar masalah,” kata Berry.
Ide moratorium tambang muncul setelah insiden di Pelabuhan Sape, Kecamatan Lambu, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Sabtu lalu. Warga memprotes izin tambang yang dikeluarkan Bupati Bima, Ferry Zurkarnaen, kepada PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) untuk melakukan aktivitas penambangan. Aksi warga yang menduduki pelabuhan selama lima hari tersebut kemudian berujung pembubaran paksa oleh polisi. Akibatnya, dua orang tewas—tiga versi Komnas HAM--dan puluhan lainnya luka-luka.
Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam Alto Makmuralto mengatakan pemberlakuan moratorium harus dilakukan hingga birokrasi pemerintah dianggap sudah benar-benar bersih. "Setelah bersih (birokrasinya), baru kemudian bisa dilaksanakan lagi penambangan," ujar Alto.
Ton Abdillah Has, Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, mengatakan aksi masyarakat di Bima terjadi karena mereka merasa suaranya tak lagi didengar. “Pengeluaran moratorium harus segera dilaksanakan,” katanya kemarin.
DIMAS SIREGAR | PRIHANDOKO | RAJU FEBRIAN