TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak), Seto Mulyadi kecewa dengan putusan bersalah bagi terdakwa pencurian sandal, AAL. "Banyak keganjilan pada putusan, ini menodai riwayat hidup AAL," ujar Seto ketika dihubungi, Rabu 4 Januari 2012.
Seto menganggap rekonstruksi yang dilakukan penuh rekayasa. Sebab pada saat kejadian, AAL bersama dengan FD dan MSH bukan mencuri sandal tetapi mengambil sandal yang tergeletak. Selain itu yang diputuskan bersalah hanya AAL. "Sama halnya seperti pemulung yang mengambil benda tak bertuan, bukan pencuri," katanya.
AAL diputuskan bersalah oleh Hakim Kejaksaan Negeri Palu, Sulawesi Tengah. Putusan yang diterima sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yaitu dikembalikan kepada orang tuanya.
Seto yang mendampingi persidangan sempat berbincang dengan Kapolda Sulawesi Utara usai putusan sidang. Menurutnya pembicaraan seputar tanggapan hasil putusan. Dia meminta Kapolda serius menindaklanjuti kasus-kasus yang melibatkan anak di bawah umur. "Harus ada pendampingan dari polisi agar tidak semua kasus dibawa ke pengadilan, sebab penjara bukanlah untuk anak."
Selama persidangan AAL terlihat tenang dan tidak tertekan. Selama seminggu ke depan, pihak keluarga dan pengacara berembuk dalam membuat putusan keberatan atau tidak.
Kasus mencuat saat tiga remaja AAL, 15 tahun, FD (14), dan MSH (16) dituduh mencuri sandal dua petugas kepolisian, Briptu.Rusli dan Simson Sipayung. Rusli dan Simson diduga menganiaya ketiga remaja. Orang tua AAL melaporkan kedua polisi ke Propam Polda. Tak terima dengan laporan, Rusli dan Simson berbalik menuntut AAL.
SATWIKA MOVEMENTI