TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia hari, para pelaku pasar cenderung bersikap hati – hati membuat rupiah bergerak dalam kisaran agak sempit. Mereka akan menanti hasil dan pandangan ekonomi dari pertemuan para Dewan Gubernur BI sebelum menentukan kemana arah investasinya.
Kepala Riset Treasury Bank BNI, Nurul Eti Nurbaeti menjelaskan, rendahnya laju inflasi 2011 yang hanya 3,79 persen memang membuka peluang bagi BI untuk kembali memangkas suku bunga acuannya dalam RDG hari ini. Adanya ekspektasi turunnya BI Rate dan terjadinya koreksi di bursa saham membuat rupiah ditutup kembali melemah.
Dalam transaksi pasar uang hari ini, Rabu, 11 Januari 2011, nilai tukar rupiah ditutup melemah tipis 10 poin ( 0,1 persen) menjadi 9.180 per dolar Amerika Serikat (AS). Kurs jual BI yang berada di 9.246 membuat transaksi di pasar uang juga sempat menyentuh di atas level 9.200 per dolar AS.
“Kendati ada potensi BI Rate akan turun, pelemahan rupiah dalam beberapa pekan terakhir serta antisipasi pembatasan bahan bakar minyak bersubsidi yang akan memicu inflasi bisa menjadi indikasi suku bunga patokan akan tetap dipertahankan di level 6 persen oleh bank sentral,” Nurul memaparkan.
Bila BI Rate turun rupiah akan cenderung ditransaksikan melemah, namun bank sentral yang akan selalu menjaga dipasar membuat pelemahan mata uang lokal juga terbatas. Secara teori, turunnya suku bunga akan memicu turunnya nilai tukar mata uang, karena imbal hasil juga akan cenderung turun. “Sehingga dalam jangka pendek rupiah masih akan mengalami tekanan,” tuturnya.
Mengantisipasi turunnya suku bunga membuat para investor sangat antusias dalam lelang obligasi kemarin, baik dalam mata uang lokal maupun dolar AS. Karena kalau ditunda imbal hasil obligasi Indonesia akan cenderung turun seiring membaiknya peringkat utang Indonesia ke level layak investasi dari lembaga rating Standard & Poor’s.
VIVA B. KUSNANDAR