TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Amnesty International meminta pemerintah Indonesia melindungi pengikut Syiah di Sampang, Jawa Timur. Ratusan pengungsi Syiah dipaksa pulang ke desa mereka oleh pemerintah setempat. "Pemerintah harus lindungi mereka," kata Direktur Asia Pasifik Amnesty International, Sam Arifi, dalam siaran persnya, Jumat, 13 Januari 2012.
Sam menyebutkan pemerintah daerah memaksa sekitar 335 pengungsi Syiah, termasuk 107 anak-anak, pulang ke wilayah asal mereka, Nangkrenang. Menurut Sam, pengungsi ini menolak pindah sampai benar-benar mendapatkan jaminan keamanan dari kepolisian. "Penyerang mereka juga harus dibawa ke pengadilan," ujar dia menjelaskan.
Amnesty International mempertanyakan keseriusan polisi melindungi komunitas ini. Sam menilai serius-tidaknya polisi bisa dilihat dari penangkapan dan penahanan terhadap penyerangan komunitas Syiah.
Pada 29 Desember 2011, sebuah madrasah, tempat ibadah, dan rumah komunitas Syiah di Nangkrenang, Sampang, Pulau Madura, diserang dan dibakar oleh sekitar 500 orang. Mereka menyerang dengan senjata tajam. Sam mengecam pemerintah yang tidak melakukan langkah antisipasi terkait dengan penyerangan ini. "Padahal isunya berembus jauh-jauh hari," kata dia.
Dia menyayangkan sikap polisi yang membiarkan kekerasan terjadi. Di sisi lain satu-satunya orang yang sempat ditangkap terkait dengan penyerangan ini kini sudah dibebaskan. Sam menyatakan peristiwa ini bukanlah untuk pertama kalinya. Pada 2006 pengikut Syiah juga pernah diserang karena motif agama.
Tak hanya itu, Sam juga menyayangkan tempat penampungan terhadap penganut Syiah. Dia menilai kondisi gedung olahraga jauh dari standar sehat. "Sanitasi dan persediaan juga tidak bagus," ujarnya.
Amnesty International mengaku telah mendokumentasikan banyak kasus intimidasi dan kekerasan dalam kasus agama. Kekerasan dilakukan kepada pengikut agama minoritas di Indonesia oleh kelompok Islam radikal. Contohnya, beberapa komunitas Ahmadiyah telah mengungsi akibat serangan dan pembakaran.
Sam menjelaskan hak untuk kebebasan agama atau kepercayaan dijamin dalam Pasal 18 (1) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Indonesia menjadi anggota lembaga ini. Indonesia seharusnya menjamin hak untuk hidup, keamanan dan kebebasan dari penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya. "Perlindungan ini diberikan tanpa diskriminasi," katanya.
I WAYAN AGUS PURNOMO