TEMPO.CO, Jakarta - Kurva imbal hasil obligasi pemerintah (IBPA-IGYSC) kembali bergerak bullish pada perdagangan Selasa kemarin dengan penurunan imbal hasil rata–rata mencapai 2,8 basis point (bps). Imbal hasil (yield) tenor pendek (1-4 tahun) yang turun lebih cepat sebesar 6,2 bps dibandingkan dengan yield tenor panjang (8-30 tahun) yang hanya turun 1,8 bps membuat kurva membentuk bull steepener. Sedangkan imbal hasil untuk tenor menengah (5-7 tahun) juga bergerak turun 5,8 bps.
Turun cepatnya imbal hasil di tenor pendek juga membuat selisih yield dengan tenor jangka panjang melebar. Hal ini terlihat dari selisih imbal hasil tenor 2–10 tahun yang melebar ke kisaran 118 bps dibandingkan dengan sebelumnya 116 bps.
Obligasi seri FR0060 (tenor 5 tahun) harganya naik 28,24 bps menjadi 104,4916 persen sehingga imbal hasilnya turun 6,12 bps. Harga obligasi seri FR0061 (tenor 10 tahun) juga naik 25,31 bps menjadi 107,0516 membuat imbal hasilnya turun 3,21 bps menjadi 6,0694.
Indeks harga bersih surat utang negara (GBIX-Clean Price) masih melanjutkan 0,3086 poin (0,19 persen) menjadi 130,696. Demikian pula dengan indeks obligasi pemerintah yang memperhitungkan semua potensi keuntungan (GBIX-Total Return) juga menguat ke level 161,2964 dari posisi sebelumnya di 160,9879. Dengan naiknya harga–harga obligasi, maka indeks yang menghitungkan perubahan imbal hasil (GBIX –Effective Yield) turun 0,59 persen menjadi 6,112 persen dari posisi sehari sebelumnya di 6,1569 persen.
Pendorong menguatnya harga obligasi di pasar domestik adalah data pertumbuhan ekonomi Cina yang berhasil melampaui estimasi para analis. Ekonomi Cina di kuartal keempat 2011 lalu tumbuh 8,9 persen, di atas perkiraan analis sebelumnya yang 8 persen. “Namun demikian, pertumbuhan ini merupakan yang paling lambat dalam dua tahun terakhir,” ujar Tumpa Sihombing, Corporate Secretary dari Indonesia Bond Price Agency (IBPA).
Masih tumbuhnya ekonomi Cina di tengah berita negatif dipangkasnya peringkat utang 9 negara Eropa dan liburnya pasar Amerika Serikat mampu memulihkan kepercayaan investor global. Produk Domestik Bruto (PDB) Cina di triwulan III mencapai 9,1 persen, sedangkan di triwulan IV kemarin hanya mencapai 8,9 persen. Pelambatan ekonomi di Cina ini disebabkan berkurangnya permintaan ekspor imbas dari merosotnya pasar ekspor Negeri Tirai Bambu, yakni Eropa dan Amerika yang sedang dilanda krisis.
Pada saat yang sama, lembaga pemeringkat Moody’s menegaskan peringkat utang Prancis masih di level AAA. “Keputusan ini agak melegakan setelah Standard & Poor’s akhir pekan lalu menurunkan peringkat Prancis satu level menjadi AA+,” kata Tumpal.
Perdagangan obligasi di pasar sekunder kembali meningkat. Volume perdagangan obligasi pemerintah maupun korporasi melonjak lebih dari 100 persen dari Rp 4,5 persen menjadi Rp 9 triliun. Kenaikan volume ini juga dibarengi dengan meningkatnya frekuensi per dagangan 28,4 peresn menjadi 588 transaksi.
Obligasi pemerintah seri FR0058 dengan tenor 20 tahun dan merupakan seri benchmark (acuan) dengan imbal hasil 7,02585 persen menjadi seri obligasi pemerintah teraktif. Dengan volume perdagangan mencapai Rp 2,6 triliun, serta transaksi 208 kali.
Sementara Obligasi Berkelanjutan Antam Tahap I Tahun 2011 seri B (ANTM01BCN1) dengan imbal hasil 8,3285 persen, serta rating idAA serta kupon 9,05 persen menjadi korporasi yang paling aktif dengan volume mencapai Rp 15 miliar dan transaksi 10 kali.
VIVA B. KUSNANDAR