TEMPO.CO, Makassar - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan tidak menahan tersangka korupsi anggaran gerakan nasional rehabilitasi kakao 2009 di Kabupaten Pinrang setelah membayar Rp 200 juta.
"Namun itu tidak menghapuskan tindakan pidana yang dilakukan, hanya bisa meringankan saja," kata Asisten Pidana Khusus, Chaerul Amir, Jumat, 20 Januari 2012.
Tersangka dugaan korupsi tersebut, yakni Umar Summang selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Hartati sebagai Ketua Tim Pelaksana Teknis, dan Santianis selaku pimpinan perusahaan rekanan.
Tersangka mengembalikan kerugian negara Rp 200 juta. Pengembalian sebagian kerugian negara menjadi alasan penyidik tidak menahan tersangka.
Chaerul mengatakan tersangka memiliki iktikad baik mengembalikan kerugian negara. Meski jumlah yang dikembalikan jauh dari nilai kerugian yang ditentukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulawesi Selatan. "Kerugian negara mencapai Rp 700 juta. Tersangka saling mengumpulkan hingga mencapai Rp 200 juta," kata Chaerul.
Selain mengembalikan kerugian negara, tersangka juga mengajukan penangguhan penahanan dengan jaminan dari kuasa hukum, Tadjuddin Rachman. "Mereka juga berjanji akan kooperatif sampai berkas perkara dilimpahkan ke pengadilan," ujar Chaerul.
Kuasa hukum tersangka, Tadjuddin Rahman, mengatakan pihaknya menghargai upaya Kejaksaan mengusut kasus ini. Itu sebabnya kliennya bersedia mengembalikan kerugian negara. "Kemampuan mereka hanya segitu (Rp 200 juta). Kalau itu kasus ini terbukti, uang itu akan masuk kas negara," kata pengacara senior tersebut.
Tersangka diduga melakukan penyelewengan alokasi dana rehabilitasi tanaman kakao dengan nilai anggaran Rp 13 miliar. Modusnya melakukan manipulasi dana luas lahan yang ditentukan dalam proyek ini. Mereka juga disangka melakukan permufakatan jahat untuk mengurangi bibit tanaman yang dimanfaatkan untuk peremajaan kakao. Selain itu tersangka juga melakukan pemotongan petani sebesar 20 persen.
ABDUL RAHMAN