TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, menyatakan, hingga saat ini, draf Peraturan Presiden mengenai Pembatasan BBM (bahan bakar minyak bersubsidi) Bersubsidi belum diteken dan belum bisa diumumkan ke masyarakat. Alasannya Presiden saat ini masih mempertimbangkan opsi-opsi yang tersedia terkait BBM.
Beberapa opsi itu di antaranya melanjutkan pembatasan BBM bersubsidi dan beralih ke Pertamax, konversi dari BBM menjadi bahan bakar gas (BBG), atau menaikkan harga Premium.
"Dalam Undang-Undang APBN 2012 tidak ada kenaikan BBM. Namun pemerintah belum sampai pada keputusan, masih mempertimbangkan, membahas dari beberapa opsi yang ada," kata Julian di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jumat, 20 Januari 2012.
Menurut Julian, pemerintah saat ini masih menunggu hasil pembahasan dengan DPR. "Yang jelas kebijakannya nanti untuk memberikan subsidi yang tepat bagi mereka yang berhak menerima," kata dia.
Bulan April 2012 mendatang, pemerintah berniat melakukan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi. Alasannya penggunaan subsidi Premium yang seharusnya seharga Rp 8.200, tetapi dijual Rp 4.500 per liter ini hanya dinikmati oleh para pemilik kendaraan mahal. Sebagai pengganti Premium, para pemilik kendaraan dipersilakan untuk menggunakan Pertamax atau gas berupa Compressed Natural Gas atau Liquid Gas for Vehicle.
Untuk kendaraan umum, alat konversi dari BBM ke BBG disubsidi oleh pemerintah. Tetapi konversi ini diakui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, ribet dan tidak praktis.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan beberapa pengamat perminyakan sebelumnya juga menyatakan infrastruktur yang ada di Indonesia saat ini belum memadai untuk kecukupan Pertamax dan konversi dari minyak ke gas. Rapat dengan Komisi Energi DPR beberapa waktu lalu memunculkan kemungkinan opsi kenaikan harga Premium sedikit sebagai ganti konversi minyak ke gas.
ARYANI KRISTANTI