TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan mengatakan, proyek pembangkit listrik tenaga uap yang ditangani kontraktor Cina bermasalah sejak awal. Saat menjabat sebagai Direktur Utama PT PLN, ia hanya meneruskan proyek yang sudah berjalan.
“Saya juga terima barang yang sudah berjalan, masak tidak diteruskan?” tuturnya saat makan siang bersama wartawan di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat, 20 Januari 2012.
Ia menjelaskan, saat itu proyek berjalan sangat lambat. Ia menetapkan tiga target, yaitu menyelesaikan proyek dengan kualitas baik, mempercepat berjalannya proyek, dan menyusun daftar pelajaran dari proyek. Menurut Dahlan, masalahnya bukan hanya berasal dari pihak kontraktor Cina, tetapi juga dari pemerintah.
Dahlan mencontohkan pemicu lambatnya proyek, yaitu proses pembebasan lahan, demo pekerja, dan keterlambatan membayar uang muka. “Saya tidak mau menempuh cara dar der dor. Kalau saya menggugat karena kualitas, mereka pun bisa balik menggugat, apa untungnya?” tuturnya.
Oleh karena itu, ia tetap menjalankan proyek pembangunan PLTU berkapasitas 10 ribu megawatt itu. Pasalnya, negara memang membutuhkan pasokan listrik yang besar. Jika proyek batal, negara akan mengalami kerugian. Pengerjaan proyek juga diusahakan lebih cepat. “Saya waktu itu menunjuk manajer-manajer proyek, sebelumnya tidak ada itu,” ujarnya. Dahlan juga mengungkapkan, “Saya juga pernah marah sama kontraktor Cina dan meminta mereka mengganti pekerjanya karena lambat,” tuturnya.
Selain itu, Dahlan juga mengaku membuat daftar tentang hal-hal yang harus diperbaiki jika ada proyek serupa di masa depan. Katanya, kurang lebih ada 40 masalah ditemukan dalam proyek 10 ribu MW itu. “Di antaranya di bidang pengawasan, pembuatan PLTU, pengiriman barang, pengepakan, sistem bongkar muat, dan banyak lagi,” katanya. Ia menerangkan, saat ini daftar itu dipegang oleh Direksi PT PLN.
Pada Oktober 2011, Menteri Keuangan Agus Martowardoyo berkirim surat kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Alisjahbana yang isinya menolak pembiayaan Cina atas PLTU Takalar dan PLTU Pangkalan Susu. Agus juga menolak pembiayaan dari Cina lantaran kecewa melihat kinerja kontraktor-kontraktor Cina yang sebelumnya membangun beberapa pembangkit listrik PLN.
Dalam suratnya ia mengatakan, setelah melakukan kajian internal, membaca pendapat Badan Pemeriksa Keuangan, dan berdiskusi dengan PT PLN, disimpulkan ada dua kontraktor yang tidak memiliki kapabilitas.
Menjawab surat itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional tetap melanjutkan pembangunan proyek PLTU Pangkalan Susu di Sumatera Utara dan PLTU Takalar di Sulawesi Selatan. Namun, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional meminta agar kontraktor asal Cina yang menangani kedua proyek 10 ribu megawatt itu diganti karena tidak memiliki kapabilitas membangun pembangkit tenaga listrik.
ANGGRITA DESYANI