TEMPO.CO, Yogyakarta - Sosiolog pedesaan asal Belanda, Prof. Ben Bhit, mengungkapkan saat ini sekitar 80 persen petani di Jawa tidak memiliki lahan lagi karena sebagian besar sudah dijual.
“Pertanian di era kini sudah tidak menjadi sumber penghasilan yang menjanjikan, sehingga banyak petani memilih menjual lahannya,” kata Guru besar Emeritus Institutes of Social Studies, Denhaag, Belanda, itu pada kuliah umum bertajuk “Rural, Youth and Future Farming” di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Jumat 20 Januari 2012.
Ben, yang sejak tahun 1970 sudah melakukan penelitian di pedesaan Indonesia, mengungkapkan lahan pertanian saat ini lebih banyak dikuasai generasi tua, sementara generasi muda sulit untuk mendapatkan lahan pertanian.
“Para pemuda setidaknya harus menunggu jika ada pembagian tanah dari orang tuanya atau menunggu hingga orang tuanya tiada. Jadi paling tidak harus menunggu 30-40 tahun untuk jadi petani,” kata Ben.
Hal tersebut, menurutnya, turut memicu tingginya tingkat pengangguran saat ini. Ia menyebut, sekitar 70 persen masyarakat miskin di seluruh dunia berada di pedesaan. Dari jumlah tersebut, 80 persennya bekerja di sektor pertanian. Sementara akses lahan untuk pertanian semakin sempit.
“Pemuda yang berumur 15-24 tahun akhirnya jadi pengangguran terbuka dan setengah pengangguran. Oleh karena itu, kebijakan penyediaan lapangan kerja di sektor pertanian perlu dipikirkan lagi oleh pemerintah. Salah satunya dengan pemberian akses kepemilikan lahan,” kata dia.
Tak adanya akses pada kepemilikan lahan ini, menurutnya, akan mengancam masa depan pertanian di Indonesia karena bakal makin mengurangi minat pemuda menjadi petani. Terlebih dalam pendidikan sekolah di Indonesia saat ini para remaja itu tidak diajarkan untuk jadi petani.
“Anak yang membantu orang tuanya bertani setelah atau sebelum sekolah dianggap tidak baik. Ini kesalahan pemikiran yang selama ini selalu mengadopsi konsep Barat,” kata dia.
Pemberian akses kepemilikan lahan itu, dicontohkan Ben dengan melihat Kabupaten Kulonprogo, DI Yogyakarta, di masa lalu. “Di situ dulu pemuda yang menganggur cukup datang ke kepala desa untuk minta lahan agar bisa digarap. Ini bisa diterapkan lagi dengan misalnya pengembangan pertanian skala kecil,” kata dia.
Pertanian skala kecil untuk pemuda itu dinilai akan membantu mengentaskan persoalan kemiskinan, namun harus diikuti dengan akses kepemilikan lahan yang diberikan negara.
“Pertanian skala kecil juga mendukung pelestarian bumi ketimbang pertanian dengan skala besar yang lebih banyak merusak hutan,” kata Ben.
PRIBADI WICAKSONO