TEMPO.CO, Jakarta -Kepala Ekonom Bank Mandiri, Destry Damayanti menilai tak mungkin jika bunga untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahahan (FLPP) dipatok di level 6 persen seperti keinginan Kementerian Perumahan Rakyat. "Susah, bunga itu bergerak. Bunga fixed maksimal 3 tahun, selebihnya floating," ujar Destry kepada Tempo, Jumat, 3 Januari 2012.
Destry menilai jika hal tersebut dipaksakan, perbankan berpotensi merugi. "Bunga dana pihak ketiga yang dijamin LPS 6 persen, kalau kredit (paling tinggi) 6 persen, negatif," kata dia.
Menurut Destry, permintaan Kementerian hanya mungkin teralisasi jika Pemerintah bersedia memberikan subsidi seperti yang dilakukan terhadap kredit usaha rakyat (KUR). Dengan begitu, suku bunga bisa berada di bawah pasar. "Pemerintah sebagai agent of development mau tidak mau harus memberikan subsidi untuk kelompok perumahan tertentu. Ini kan untuk pengentasan kemiskinan," ujarnya.
Destry membenarkan bahwa penerbitan obligasi untuk pendanaan jangka panjang bisa membantu pendanaan KPR. Tapi, menurutnya yang namanya utang memiliki implikasi finansial, berbeda dengan simpanan (deposit). "Jadi yang terpenting bagaimana menjaga iklim ekonomi yang kondusif supaya orang merasa aman menyimpan dananya di bank. Dengan begitu,dana jangka pendek berputar di bank tapi tidak kemana-mana," ujarnya.
Kredit Konsumsi, salah satunya Kredit Pemilikan Rumah diakui Destry tengah bertumbuh pesat. Bunga yang ditawarkan makin kompetitif. Bank mandiri bahkan pernah menetapkan suku bunga 5,9 persen, meski terbatas pemberlakuannya hanya untuk 1-2 tahun.
Perbankan menyasar kredit sektor ini lantaran pengaruh krisis global pada sektor korporasi lebih besar dibanding pada individu. "Risiko di kredit konsumsi lebih ringan dibanding kredit korporasi," ujar Destry. Meski begitu, ia megakui struktur pendanaan perbankan nasional yang masih bertumpu pada penadanaan jangka pendek jadi alasan mengapa bunga untuk kredit perumahan berjangka 10-15 tahun tak bisa dipatok rendah.
MARTHA THERTINA