TEMPO.CO, Yogyakarta - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan, penulis buku Gurita Cikeas George Aditjondro tetap memiliki hak untuk tinggal di rumahnya di Yogyakarta. “Lho itu kan hak dia, saya malah nggak tahu kalau dia merasa terusir,” kata Sultan menjawab pertanyaan Tempo di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Rabu 8 Februari 2012.
George sejak 2 Desember 2011 lalu pergi meninggalkan rumahnya di wilayah RT 11/RW 09 Deresan, Catur Tunggal Depok Sleman Yogyakarta. Kepergiannya terkait dengan insiden kedatangan sejumlah massa yang tergabung dalam organisasi Forum Masyarakat Yogyakarta (FMY) di rumahnya, yang meminta klarifikasinya terkait pernyataannya yang menyindir Keraton Yogyakarta dengan istilah ‘kera ditonton’ dalam sebuah diskusi di UGM sebelumnya.
Selain meminta George pergi dengan membelikan tiket kereta api jurusan Yogyakarta-Semarang, forum juga melaporkan George ke Kapolda dengan tuduhan pencemaran nama baik. “Itu kan pernyataan (pengusiran) saja, tapi kan tidak ada yang secara fisik menduduki rumahnya to? Jadi kenapa harus pergi?” kata Sultan.
Menurut Sultan, rumah yang ditinggali George di Yogyakarta adalah tempatnya bernaung. Hal itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan persoalan yang terjadi akibat pernyataannya. “Saya nggak punya hak untuk memberikan ijin atau melarang dia apa akan tinggal di Yogya atau tidak. Itu semua terserah dia,” kata Sultan.
Saat ditanya apakah dengan HB X dengan tak mempermasalahkan keberadaan George di Yogyakarta berarti memaafkan pernyataannya, Sultan menjawab, “ Itu urusan lain, pribadi saya sama dia. Saya masih mencari waktu tepat untuk itu,” kata Sultan.
Saat dihubungi Tempo, George Aditjondor menyatakan cukup lega dengan pernyataan Sultan tersebut. “Saya lega dengan sikap Sultan itu,” kata George yang saat ini masih berada di Jakarta untuk menjalani terapi bagi penyakit jantungnya.
George menuturkan kepergiannya dari ruamh pasca kedatangan massa di rumahnya lalu, lebih untuk menghoramti warga dan juga istrinya yang saat ini tengah menyelesaikan program doktoralnya. “Saya pergi karena takut warga trauma lagi dengan kedatangan massa seperti lalu,” kata dia.
George sendiri berencana kembali ke Yogyakarta pada akhir Februari ini. Sejak 2 Desember 2011 pergi, George terkuras habis uangnya karena harus tinggal di losmen dan akhirnya menumpang di tempat kerabat. “Saat ini sedang tidak ada kuliah, dan saya pakai untuk berobat,” kata dia.
George sebelumnya menuturkan bahwa kasusnya telah dilimpahkan ke Kejaksaan dengan tuduhan penyebaran kebencian (pasal 186 KUHAP). Ia pun ditetapkan sebagai tersangka meski baru satu kali dipanggil oleh Kepolisian Daerah Yogyakarta.
PRIBADI WICAKSONO