TEMPO.CO, Jakarta - Kondusifnya kondisi di Eropa seiring adanya kemajuan di Yunani mendorong apresiasi mata uang euro terhadap dolar Amerika Serikat. Imbasnya, rupiah dan mata uang Asia lainnya juga cenderung menguat terhadap dolar AS. Optimisme investor bahwa Yunani akan segera mendapatkan dana talangan agar tidak mengalami default (gagal bayar utang) membuat bursa dan mata uang Asia bergerak menguat.
Nilai tukar rupiah di transaksi pasar uang hari ini, Rabu, 8 Februari 2012, kembali ditutup menguat 34 poin (0,38 persen) ke level 8.919 per dolar AS.
Pengamat pasar uang dari Bank Saudara, Rully Nova, mengemukakan, adanya usaha yang serius dari negara kawasan Eropa untuk menekan defisit anggarannya tidak lebih dari 0,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) direspons positif oleh para pelaku pasar. Pemerintah Yunani bahkan harus melakukan pemangkasan pegawainya untuk merampingkan belanjanya sesuai tuntutan para pemberi pinjaman.
Dari faktor domestik sebenarnya tidak ada masalah. Tahun lalu, ekonomi Indonesia masih tumbuh 6,5 persen, inflasi terkendali, serta suku bunga BI Rate masih cukup menarik di level 6 persen. Apalagi Indonesia belum lama masuk level layak investasi (investment grade) dari dua lembaga rating, yaitu Fitch dan Moody’s. “Saat ini tidak ada alasan bagi rupiah untuk melemah,” ucapnya.
Penawaran lelang surat utang negara (SUN) yang mencapai lebih dari Rp 42 triliun kemarin mengindikasikan bahwa minat investor berinvestasi dalam mata uang rupiah masih sangat besar, serta likuiditas di pasar domestik tidak ada masalah. Namun, karena investor yang masuk sebagian besar investor lokal, membuat rupiah belum mampu menguat lebih jauh. Masih adanya kekhawatiran di kawasan Eropa membuat sebagian investor juga masih nyaman pegang dolar AS.
VIVA B. KUSNANDAR