TEMPO.CO, Jakarta - Pengajuan hak interpelasi DPR soal penghapusan remisi korupsi sudah mendapat dukungan dari 86 legislator. Anggota Komisi Hukum DPR Ahmad Yani mengatakan pemerintah harus memberi kejelasan soal penghapusan remisi koruptor ini.
"Kami meminta Presiden memberi jawaban. Jangan ada tirani itikad baik, seolah ingin memberantas tapi melanggar aturan hukum. Kami mengunakan hak konstitusi kami untuk menginterpelasi remisi bagi koruptor," ujar Yani di gedung DPR, Selasa 14 Februari 2012.
Rapat antara Komisi Hukum dengan Menteri Hukum dan HAM kemarin kembali menemui jalan buntu. Mentoknya rapat ini disebabkan Menteri Hukum Amir Syamsuddin merasa kebijakan menghapuskan remisi bagi terpidana korupsi tidak melanggar peraturan. Sementara Komisi Hukum merasa kebijakan itu salah dan melanggar hak-hak terpidana.
Yani menegaskan, komisinya mendukung pemberian hukuman berat bagi koruptor. Tapi, pemberian hukuman harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. "Kami juga mendorong hakim menggunakan pidana tambahan bagi para koruptor. Tapi, negara tak boleh menghukum dua kali," ujar politikus Partai Persatuan Pembangunan ini.
Wakil Ketua Komisi Hukum Aziz Syamsuddin mengatakan hak interpelasi bukanlah serangan politik kepada Menteri Hukum secara pribadi atau partai politik tertentu. Tapi, hak interpelasi ini merupakan bentuk perlawanan DPR terhadap penyalahgunaan kekuasaan. "Ini gagasan kolektif. Telah terjadi pelanggaran hukum, abuse of power," kata politikus Golkar ini.
Politikus Partai Hati Nurani Rakyat Syarifuddin Suding mengatakan DPR pada dasarnya sepakat dengan ide pengetatan bahkan penghapusan remisi bagi koruptor. Tapi, kebijakan ini seharusnya disertai dengan perubahan undang-undang dan juga peraturan pemerintah. "Di situ ada hak napi," katanya.
Anggota Komisi Hukum dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Aboebakar Al Habsy menyatakan Menteri Hukum telah melecehkan Parlemen. Dalam rapat dua bulan lalu, Komisi Hukum sudah meminta Menteri mencabut kebijakan itu dan merevisi Undang-Undang tentang Lembaga Pemasyarakatan. "Kami meminta presiden menegur menterinya yang melakukan pelecehan terhadap parlemen," ucap Aboebakar.
FEBRIYAN