TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandi menilai janggal keputusan Fraksi Partai Demokrat memindahkan Angelina Sondakh dari Komisi Olahraga DPR ke Komisi Hukum. Menurut dia, Demokrat seharusnya mengistirahatkan Angie agar berkonsentrasi pada kasus hukum yang menjeratnya.
"Ini blunder dari Demokrat. Seharusnya Angie dibiarkan saja di Komisi Olahraga dan diistirahatkan supaya dia mengurusi kasus hukumnya saja," ujarnya kepada Tempo, Rabu, 15 Februari 2012.
Ronald mengaku tak mengerti pertimbangan yang digunakan Fraksi Partai Demokrat untuk memindahkan Angie ini. Menurut dia, secara kompetensi, Angie tidak cukup mumpuni untuk duduk di Komisi Hukum. Apalagi, selama ini, menurut pengamatan dia, Angie bukan orang yang memahami hukum.
"Karena Komisi Hukum ini kan komisi yang cukup berat dan membutuhkan kompetensi khusus. Angie latar belakangnya bukan hukum. Jadi, kalau alasannya adalah untuk penyegaran dan optimalisasi kinerja fraksi, saya pikir tidak tepat," ujarnya.
Ia menambahkan, posisi Angie sebagai tersangka tak hanya membuat sulit Fraksi Partai Demokrat, tetapi juga membuat sulit posisi Komisi Hukum. "Ini membuat semua keadaan jadi sulit. Bagi Demokrat, Komisi Hukum, dan juga buat Angie sendiri semua jadi serba sulit," ujarnya. Karena itu, PSHK itu meminta Fraksi Partai Demokrat membatalkan pemindahan Angie ke Komisi Hukum.
Selasa 14 Februari kemarin, Fraksi Partai Demokrat memindahkan Angelina Sondakh ke Komisi Hukum. Ia juga dicopot dari posisinya di Badan Anggaran DPR. Keputusan ini mengundang kontroversi mengingat status tersangka Angie dalam kasus korupsi Wisma Atlet. Perpindahan ini dikhawatirkan akan menimbulkan konflik kepentingan karena Komisi Pemberantasan Korupsi adalah mitra kerja dari Komisi Hukum DPR.
Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan Angelina Sondakh sebagai tersangka dalam kasus Wisma Atlet. Janda Adjie Massaid ini terseret setelah namanya disebut beberapa tersangka dan terdakwa di pengadilan.
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin mengatakan mantan Puteri Indonesia itu berperan besar dalam memuluskan anggaran poyek ini di DPR. Selain itu, ia juga disebut menerima aliran dana sebesar Rp 5 miliar.
FEBRIYAN