TEMPO.CO, Jakarta - Konflik internal melatarbelakangi pemberhentian Michael Baskoro dari jabatannya sebagai Direktur Pengusahaan PT Perusahaan Gas Negara Tbk pada pertengahan bulan lalu. Sumber Tempo di perusahaan gas pelat merah tersebut mengungkapkan, sejak akhir 2010, Baskoro sudah bersitegang dengan Direktur Utama Hendi Priyo Santoso. Keduanya sering tak satu kata dalam kebijakan perseroan. "Mereka seperti anjing dan kucing," katanya.
Mereka, misalnya, pernah berdebat keras mengenai rencana perubahan harga gas dari Lapangan Maleo milik Santos (Madura Offshore) Pty. Ltd. Baskoro menyetujui PGN membayar sedikit lebih mahal agar ada kepastian pasokan dari Santos, sedangkan Hendi menolak mentah-mentah karena tak mau penerimaan perseroan berkurang.
Keduanya juga tak satu kata dalam rencana swap gas untuk PT PLN (Persero) dari Lapangan Jambi Merang. Baskoro ingin menyerahkan berapa pun kebutuhan gas untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas Muara Tawar yang sedang defisit. Tapi Hendi hanya menyetujui jika volume gas yang dipertukarkan tinggi.
Puncaknya ketika Hendi, dalam sebuah rapat dengan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Evita Legowo, menyerahkan alokasi gas dari Blok Tangguh, Papua, kepada PLN. Sedangkan Baskoro memilih gas tersebut dibeli terlebih dahulu oleh PGN dalam bentuk gas cair (liquefied natural gas, LNG) untuk diregasifikasi di terminal apung Belawan.
Menurut sumber tadi, akibat perselisihan tersebut, Baskoro praktis tak diikutkan lagi dalam keputusan penting perseroan sejak pertengahan tahun lalu. Berbagai kewenangannya pun diambil alih oleh Hendi.
Perseteruan pun meruncing awal Desember lalu ketika Baskoro menemukan kasus dugaan percaloan volume gas yang menyeret nama Hendi. Selengkapnya baca di Bahang Gas Berujung Pecat.
AGOENG WIJAYA