TEMPO.CO, Kediri - Pengamat komunikasi dari Universitas Indonesia, Effendi Gazali, menilai Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum tak sanggup mengendalikan anak buahnya di partai. Akibatnya, friksi yang terjadi di tubuh partai ini sangat tajam dan sulit dihentikan. "Friksi Anas terlalu tinggi," kata dia pada acara Halaqah Alim Ulama Partai Persatuan Pembangunan di Kediri, Rabu, 22 Februari 2012.
Berbeda dengan Akbar Tanjung, yang pernah mengalami hal serupa di Partai Golkar pada awal reformasi 1998 silam. Menurut Gazali, ketika Akbar memimpin Golkar dan menghadapi kasus hukum, pengurus partai solid mendukung dirinya. Akbar dan Anas adalah sama-sama pernah memimpin Himpunan Mahasiswa Islam, yang dikenal banyak menelurkan politikus.
Gazali mengatakan, friksi yang melilit Anas sulit dikendalikan lantaran dia sendirian. Walau terpilih sebagai ketua partai melalui mekanisme kongres, Anas belum bisa mengatur elite partai. Akibatnya, Anas terlihat sendirian saat menghadapi persoalan hukum terkait suap proyek Wisma Atlet.
Saat ini, menurut Gazali, setiap pengurus Demokrat dengan bebas menyampaikan pernyataan semaunya sendiri. Hal itu sama sekali tak bisa dikendalikan oleh Anas sebagai ketua umum. Gazali menduga hal ini dipengaruhi oleh dua peroalan.
Pertama, ketidaktegasan Dewan Pembina Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengendalikan partai. Kedua, sulitnya situasi yang dialami Partai Demokrat hingga membuat SBY tak bisa berbuat apa-apa.
Sejumlah politikus Demokrat yang kini menghadapi proses hukum adalah Muhammad Nazaruddin, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat. Kemudian Angelina Sondakh, Wakil Sekretaris Jenderal Demokrat, yang menjadi tersangka kasus Wisma Atlet.
Hari ini, Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng juga diperiksa sebagai saksi atas kasus Nazar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Andi oleh Nazar disebut perperan dalam proyek stadion Hambalang di Sentul, Bogor. Duit hasil proyek ini diduga digelontorkan untuk Kongres Demokrat di Bandung 2010 lalu.
HARI TRI WASONO