TEMPO.CO, Purwakarta - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Widjajono Partowidagdo, menegaskan bahwa kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi sudah menjadi pilihan pemerintah. Tapi, untuk menetapkan angka kenaikannya perlu pembahasan bersama anggota DPR.
Dia menjelaskan, usulan kenaikan harga diajukan berdasarkan kajian ekonomis yang dilakukan oleh konsorsium perguruan tinggi dan Lembaga Minyak dan Gas. "Usulannya mulai dari naik Rp 500 sampai Rp 1.500 per liter," kata Widjajono ketika dihubungi pada Rabu, 22 Februari 2012.
Namun, kata dia, belum tentu angka usulan itu yang akan digunakan karena perlu ada pembahasan dengan DPR sebelum harga baru BBM subsidi diketuk. "Dalam proses politiknya, angka ini bisa berubah," katanya.
Widjajono yakin, badan legislatif tetap sepakat tentang perlunya kebijakan menaikkan harga bahan bakar. Pasalnya, dalam rapat terakhir pemerintah dengan Komisi Energi DPR, usulan konversi minyak ke gas masih perlu waktu lama untuk diterapkan secara efektif dan perpindahan dari Premium ke Pertamax dinilai terlalu memberatkan masyarakat. "(Pembahasan) sudah mengerucut pada kebijakan kenaikan harga. Tinggal harganya saja," kata dia.
Harga BBM bersubsidi ini harus terus naik setiap tahun agar rencana program konversi ke gas bisa segera berlangsung. Pasalnya, harga minyak terus merangkak naik seiring konsumsi yang juga bertambah dan akan memberatkan anggaran negara jika tetap dibiasakan. "Kalau ada energi yang murah, seharusnya itu yang diutamakan," kata Widjajono.
Kebijakan kenaikan harga BBM itu tidak hanya mempertimbangkan harga bahan bakar, tapi juga menghitung perubahan asumsi lainnya, seperti asumsi harga minyak nasional (Indonesian Crude Price/ICP). Berdasar APBN 2012, asumsi ICP berada di angka US$ 90 per barel, sedangkan realisasinya sudah di angka US$ 115 per barel. "Ini memang harus diubah. Kami bahas itu nanti untuk APBN-P," kata dia.
GUSTIDHA BUDIARTIE