TEMPO.CO, Jakarta - Tangis menggema di ruang transit jenazah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo siang ini. Menjelang pukul 14.00 WIB, jenazah Stanley Ayweno, 39 tahun, diarak menuju peti yang telah disiapkan di sana.
Keluarga besar Stanley dari Kramat Pulo, RT 04 RW 03, mengantar sosok lelaki Ambon tersebut dengan tangisan. Sang istri, Sumiyati, tak kuasa melihat jasad suaminya dimasukkan ke dalam peti. Wanita 31 tahun ini hanya bersandar dan menangisi dari kejauhan.
Sang anak, Brian, 13 tahun, menangis kencang menyaksikan ayahnya untuk terakhir kali. Keponakan dan mertua Stanley tak kalah terisak.
Siti Masni, 55 tahun, mertua Stanley, mengeluarkan pernyataan. Ia minta pembunuh Stanley dihukum berat. "Hukum seberat-beratnya," kata Masni dengan wajah dibasahi air mata.
Ia terus-menerus menyebut sosok Stanley sebagai orang baik. "Baik banget, disuruh orang tua nurut," tuturnya. Sebelumnya, kata dia, Stanley tak pernah terlibat keributan. "Enggak pernah." Masni sendiri terakhir bertemu Stanley kemarin. "Dia bilang mau kondangan," ucap Masni. Stanley adalah salah seorang korban penusukan di kamar duka RSPAD, yang meninggal dunia tadi pagi.
Masni menyebutkan, sepengetahuan dia, Stanley sehari-hari bekerja sebagai satpam. Tapi dia tak tahu perusahaan tempat menantunya bekerja. Meski begitu, delapan tahun lalu, ia tetap merestui pernikahan putrinya yang beda agama.
Sebelum meninggal, Stanley pernah bercerita kepada Masni bahwa ia berniat kembali ke Ambon. "Abis Brian lulus sekolah. Kan sekarang kelas VI. Mau lanjutin sekolah di sana," kisahnya.
Kini, hanya jasad Stanley yang akan kembali ke tanah kelahirannya. Jenazah akan diterbangkan hari ini untuk dimakamkan di sana.
ATMI PERTIWI