TEMPO.CO, Jakarta -Kementerian Badan Usaha Milik negara (BUMN) masih perlu mencari cara untuk mengimpor bahan bakar minyak (BBM) jika PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral) jadi dibubarkan. Ia enggan jika penanganan impor kembali dilakukan sendiri oleh Pertamina karena terlalu rawan.
PT Petral adalah anak usaha PT Pertamina (Persero) yang menangani impor BBM dan minyak mentah.Petral, yang berkantor di Singapura, pada awalnya merupakan perusahaan joint venture antara Pertamina dan Perta Group,kelompok kepentingan Amerika Serikat.
Pada Semptember 1998, Pertamina mengakusisi seluruh saham Perta Group. Akhirnya pada Maret 2001 Pertamina menjadikan Petral sebagai anak perusahaan yang menangani impor BBM.
Dahlan mengatakan bahwa awalnya Petral dibuat untuk memperbaiki sistem impor BBM. "Dulu impor BBM ditangani direktorat di Pertamina, tetapi banyak diintervensi," kata Dahlan.
Penempatan kantor Petral di Singapura, kata Dahlan, juga mempertimbangkan segi hukum. Singapura dianggap memiliki sitem hukum yang baik sehingga bisa mengurangi intervensi.
Namun saat ini ada beberapa pihak yang menyebut Petral sebagai tempat penyelewengan impor BBM. Karena itulah beberapa waktu lalu Dahlan menyarankan agar Petral dibubarkan supaya tak mengganggu citra Pertamina sebagai perusahaan yang menerapkan manajemen profesional.
Menanggapi hal itu, Wakil Presiden Komunikasi Korporat Pertamina, Mochamad Harun, mengatakan tuduhan itu tak berdasarkan fakta. Harun mengatakan setiap tahun keuangan Petral selalu diaudit.
"Tahun 2011 berhasil menghemat biaya pengadaan BBM hingga US$ 280 juta," kata Harun. Selain itu anak usaha Peryamina itu juga berhasil membukukan laba US$ 47,5 juta tahun lalu.
Harun menilai tuduhan terhadap Petral terlalu dipolitisir. Selain itu tuduhan Petral membeli 800 ribu barel minyak perhari dari Pertamina tak masuk akal. "Produksi Pertamina saja hanya 500 ribu barel per hari," katanya.
ANGGRITA DESYANI