TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Tindak Pidana Korupsi yang dipimpin Gusrizal tak sepakat dengan tim jaksa penuntut umum pimpinan Zet Tadung Allo dalam pertimbangan perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa kasus suap perkara kepailitan PT Skycamping Indonesia (SCI), Syarifuddin.
Dalam tuntutannya, jaksa menilai Syarifuddin melakukan tindak suap yang "aktif secara pasif". Sebab Syarif mengetahui aset yang seharusnya dijual secara budel tersebut dijual secara nonbudel oleh kurator SCI Puguh Wirawan, namun membiarkannya.
Baca Juga:
"Hal itu tidak dipertimbangkan hakim. Padahal perbuatan pasif tersebut pun adalah perbuatan aktif karena itu proses membiarkan. Seharusnya terdakwa sebagai hakim pengawas kan memperingatkan. Tidak apa-apa aset diubah menjadi nonbudel, namun harus lewat ketetapan pengadilan dulu," kata Zet di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa, 28 Februari 2012.
Hakim, dalam putusannya yang dibacakan hari ini, menyatakan tak sependapat dengan penuntut umum, yang membandingkan Syarifuddin dengan jaksa yang berstatus terpidana kasus suap dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Urip Tri Gunawan. "Terdakwa disebut melakukan suap pasif, sedangkan Urip suap aktif," ujar hakim Hugo. "Dalam hukum pidana tak dikenal suap aktif dan pasif."
Jaksa dan hakim juga berseberangan soal pembuktian terbalik terhadap harta Syarifuddin berupa mata uang asing senilai hampir Rp 2 miliar. Duit yang didapat dari penggeledahan di rumah Syarifuddin itu sebelumnya disita Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut hakim, uang itu akan dikembalikan ke Syarifuddin karena tidak masuk uang yang didakwakan jaksa. Putusan hakim sekaligus menolak permohonan jaksa agar dilakukan pembuktian terbalik terhadap duit asing Syarif. Pembuktian terbalik dinilai jaksa perlu diterapkan lantaran patut diduga uang itu didapat dari hasil tindak pidana.
"Karena profil seorang pegawai negeri itu harus bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Harta bendanya harus dibuktikan tidak berasal dari tindak pidana atau kejahatan," ujar Zet.
Dalam amar tuntutan Syarifuddin, jaksa meminta hakim menerapkan pembuktian terbalik terhadap harta Syarif yang disita KPK, yakni Rp 392 juta, US$ 116.128, Sin$ 245 ribu, 12.600 riel Kamboja, dan yen senilai 20 ribu. Apabila Syarif tidak bisa membuktikan hartanya bukan didapat dari tindak pidana, maka harta tersebut akan dirampas negara.
Dalam sidang hari ini, majelis hakim memutuskan Syarifuddin bersalah menerima suap. Ia dijatuhi hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan. Vonis hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa, dua puluh tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan bui.
ISMA SAVITRI