TEMPO.CO, Bandung - Mora Saragih, penasihat hukum Deddy Sugardo, meyakini jika aksi pembacokan jaksa Sistoyo di Pengadilan Tipikor Bandung Rabu, 29 Februari 2012, semata adalah ekspresi akumulasi kekecewaan seumur hidup kliennya atas perilaku korup aparat penegak hukum. Deddy, menurut dia, juga pelaku tinggal aksi penganiayaan Sistoyo.
"Di negeri ini kan banyak orang yang membenci aparat pemerintah. Cuma dengan aksi senekat itu memang dilakukan pelaku (Deddy) dalam kondisi sadar dan sehat secara psikis?" ujarnya saat ditemui di kantor hukum Monang Saragih dan Rekan, Kota Bandung, Kamis 1 Maret 2012.
Baca Juga:
Karena itu, Mora menginginkan agar penyidik tak cuma melihat perbuatan kasat mata kliennya, namun juga latar belakang kehidupan Deddy. "Penyidik harusnya melihat latar belakang kenapa dia nekat. Kan ada kemungkinan dia sakit secara psikis," katanya.
Namun, Mora pula mengakui jika pihaknya tak bisa memaksa penyidik Polrestabes Bandung untuk melakukan pemeriksaan kejiwaan Deddy. Alasannya, tahap penyidikan merupakan otoritas penyidik. "Di tahap penyidikan, kami memang nggak bisa minta supaya Pak Deddy diperiksa oleh ahli jiwa. Tapi di persidangan pemeriksaan nanti tentu kami akan menghadirkan ahli jiwa," katanya.
Mora juga menyebutkan jika Deddy adalah salah satu pendengar setia Radio Mora yang didirikan keluarganya. Meski administrasi keanggotaannya belum diperbaharui, Deddy aktif dalam komunitas pendengar Mora yang disebut Amor. "Dia orang yang mengerti masalah hukum dan aktif menjadi pendengar yang suka ikut mengkritisi kinerja aparat penegak hukum di Radio Mora," katanya.
Salah satu penyiar Radio Mora, Erwin Permadi, mengenal Deddy tak cuma sebagai pendengar setia di udara, namun juga sebagai salah satu pendengar yang cukup sering kongko bersama sesama anggota Amor di kantor Radio Mora.
Erwin mengakui di udara Deddy bisa bicara keras saat mengkritisi carut-marut aparat penegak hukum dan tak putusnya kasus korupsi di negeri ini. "Tapi di udara banyak juga pendengar lain yang bisa bicara lebih kritis dan lebih pedas daripada Deddy," katanya.
Namun, di darat, kata Erwin, Deddy adalah sosok yang ramah dan jauh dari kesan sangar. "Menurut saya, dia bukan tipe aktivis fanatik organisasi, pergerakan atau semacamnya. Apalagi aktivis yang nekat berbuat kasar," katanya.
Erwin pun menduga jika aksi nekat membacok jaksa Sistoyo bisa jadi adalah akumulasi kekecewaan Deddy yang sejak kecil hidup di lingkungan yang terkenal keras di Kota Bandung, kawasan Cicadas.
Sejak kecil, kata dia, Deddy mungkin sudah melihat langsung ulah korup aparat penegak hukum seperti polisi dan Satpol PP yang suka memalak rakyat kecil di lingkungannya.
"Dan setelah berpuluh tahun, ketika kasus korupsi aparat negara malah kian parah, akumulasi kegeraman itu dia tumpahkan kemarin dengan nekat," katanya.
Erwin juga meyakini aksi Deddy bukanlah pesanan orang atau kelompok tertentu, apalagi partai politik. Menurut dia, aksi Deddy membacok Sistoyo murni atas inisiatif pribadi Deddy sendiri. "Makanya menurut saya dia mungkin juga harus diperiksa kesehatan psikisnya. Kalay fisiknya sih kan jelas dia sehat," kata Erwin.
ERICK P. HARDI