TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Suyanto menyatakan tidak semua sekolah bertaraf internasional berbiaya mahal. Menurut dia, ada beberapa daerah yang memiliki sekolah bertaraf internasional dengan biaya yang terjangkau. Bahkan, ada yang siswanya tak dikenai biaya.
“Jadi, cuma di Jakarta yang mahal. Dan itu digeneralisir sehingga sering diplesetkan menjadi Sekolah Bertarif Internasional,” kata Suyanto di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa, 6 Maret 2012.
Menurut dia, sekolah bisa gratis karena mendapat dukungan dari pemerintah setempat. Regulasi dari pemerintah memang mengharuskan sekolah bertaraf internasional memberikan jatah 20 persen bagi masyarakat miskin. “Seperti di Surabaya dan Nunukan, sudah digratiskan oleh pemerintah daerah setempat,” ujar Suyanto.
Sekolah yang gratis biasanya milik Pemda dan dianggap sebagai "hajat" bersama antara pemerintah pusat dan daerah. Karena itu, tidak semua pemerintah daerah menggratiskan sekolah bertaraf internasional tersebut. “Itu kebijakan masing-masing Pemda,” kata Suyanto.
Dia menepis anggapan bahwa sekolah bertaraf internasional akan mendominasi sekolah-sekolah yang ada di Indonesia. Saat ini, jumlah sekolah bertaraf internasional sekitar 300, jauh dibandingkan sekolah reguler yang sekitar 150 ribu.
Sidang Uji Materi Pasal 50 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional hari ini berlangsung di MK dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli dari pemerintah. Uji Materi itu diajukan oleh beberapa LSM, seperti ICW dan ELSAM, serta sejumlah praktisi pendidikan. Uji materi diajukan karena UU Sisdiknas dianggap diskriminatif dan merupakan bentuk liberalisasi pendidikan. Sidang akan dilanjutkan pada 20 Maret 2012 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli dari pemohon.
DIMAS SIREGAR