TEMPO.CO, Jakarta - Teka-teki pengembalian Brigadir Jenderal Yurod Saleh oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ke Markas Besar Kepolisian semakin terkuak. Direktur Penyidikan KPK non-aktif itu dikembalikan karena kedapatan akrab dengan terdakwa suap Wisma Atlet Jakabaring, Palembang, Muhammad Nazaruddin. Keakraban itu dianggap sebagai bentuk pelanggaran kode etik KPK.
Indikator keakraban keduanya terekam melalui Closed-Circuit Television (CCTV) di kantor KPK. "Indikatornya, (Yurod) kedapatan berpelukan dengan Nazaruddin waktu diperiksa di KPK," kata penasehat KPK Abdullah Hehamahua kepada Tempo, Rabu, 7 Maret 2012.
Menurut Abdullah, Yurod berpelukan dengan Nazaruddin ketika mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu sedang diperiksa oleh penyidik di kantor KPK. Saat itu, keduanya bertemu di kantor KPK, kemudian bertegur sapa, saling berjabat tangan dan berpelukan. Bahkan, keduanya sempat mengobrol sejenak. "Ada beberapa menit mereka ngobrol," kata Abdullah.
Abdullah enggan membeberkan apa saja yang dibicarakan antara Yurod dan Nazaruddin kala itu. Namun, informasi adanya dugaan keakraban antara Yurod dan Nazaruddin tersebut diungkapkan oleh pimpinan KPK ketika digelar rapat pimpinan pada Februari lalu. Dalam rapat itu, rekaman CCTV diperlihatkan pada para pimpinan. "Pimpinan sudah setuju Yurod dikembalikan ke Mabes Polri," ujarnya.
Sesuai kode etik KPK, kata Abdullah, pejabat dan pemimpin KPK tidak boleh dekat dengan orang yang diduga terkait dengan kasus yang sedang diusut. "Apalagi dekat dengan tersangka," katanya. Kedekatan itu dianggap bisa mempengaruhi pengusutan kasus tersangka.
Surat keputusan pimpinan KPK per tanggal 24 Februari 2012 menyatakan Yurod resmi dikembalikan ke Markas Besar Kepolisian. Posisinya untuk sementara digantikan oleh pelaksana harian, Warih Sardono. Warih juga adalah pelaksana tugas Direktur Penuntutan.
Adapun Nazar yang dikonfirmasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi membenarkan pernah bertemu Yurod Saleh di KPK seusai diperiksa penyidik. Nazar mengatakan, ia dan Yurod membahas kasus korupsi pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 2008 berbiaya Rp 8,9 miliar. Istri Nazar, Neneng Sri Wahyuni, menjadi tersangka dalam kasus korupsi inti.
"Tentang masalah istri saya, kenapa istri saya ditersangkakan karena kasus 2008. Saya saat itu belum pejabat negara," kata Nazar di pengadilan sebelum menjalani sidang. Pertemuan itu, kata Nazar, juga dihadiri seorang penyidik bernama Novel. Nazar bertanya kepada Yurod ihwal substansi yang membuat istrinyaterseret di proyek PLTS itu. Dia juga menanyakan siapa saja saksi untuk berkas istrinya yang sudah diperiksa oleh penyidik KPK.
Nazar pun membantah jika pertemuan itu berarti ia memiliki kedekatan dengan Yurod. "Jadi, tidak ada omongan serius soal lain-lain, yang seolah direkayasa. Seperti di media, saya dikatakan ada kedekatan sama dia. Sudahlah, saya sudah capek. Kita buka saja faktanya," ujarnya.
RUSMAN PARAQBUEQ