TEMPO.CO, Jakarta - Tujuh terpidana korupsi bisa kembali menghirup udara bebas. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menerima gugatan mereka atas moratorium yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) soal pembebasan bersyarat.
"Mengabulkan seluruh gugatan dan agar tergugat segera mencabut objek sengketa," kata Ketua Majelis Hakim Bambang Heriyanto, Rabu, 7 Maret 2012. Objek sengketa yang dimaksud berkaitan Surat Keputusan Menkumham 16 November 2011 tentang pengetatan remisi. Objek yang digugurkan ketetapannya adalah tiga surat keputusan pembatalan remisi pada tujuh orang yang gugatannya divonis hari ini.
Ketujuh orang itu siap dibebaskan, namun dibatalkan karena keluarnya moratorium. Mereka adalah tiga terpidana kasus suap cek pelawat pemilihan Dewan Gubernur Senior BI, Ahmad Hafiz Zawawi, Bobby Satrio Hardiwibowo Suhardiman, dan Hengky Baramuli. Lalu dua orang terpidana korupsi proyek pembangunan PLTU Sampit, Hesti Andi Tjahyanto dan Agus Wijayanto Legowo, serta dua orang lainnya, Mulyono Subroto. Kemudian juga terpidana kasus korupsi pengadaan alat latihan kerja untuk sejumlah balai latihan kerja di Indonesia dan H. Ibrahim, SH, terpidana korupsi Puskesmas Keliling (Puskel) Natuna.
Yusril Ihza Mahendra, pengacara tujuh terpidana korupsi, menyatakan ketujuh kliennya harus segera bebas. Keputusan ini tidak sepenuhnya berlaku bagi napi korupsi yang tertunda kebebasannya karena kebijakan pengetatan remisi. "Memang hanya yang mengajukan karena gugatan ini sifatnya individual," ujarnya.
Namun, Yusril mengatakan putusan ini bisa menjadi cermin bagi vonis di kasus serupa kelak. "Menteri harus legawa atas keputusan ini," ujarnya. Ada dua perkara serupa yang sedang menjalani proses sidang di Pengadilan TUN. "Hasilnya akan sama," ujar Yusril. Dalam keputusan hakim, Yusril menegaskan, bahwa surat keputusan menteri tentang pembebasan bersyarat dibuat tidak sesuai prosedur.
Meski Menkumham Amir Syamsuddin menyatakan tidak akan mengajukan banding atas apapun putusan hakim atas sengketa ini, pengacara pemerintah, Andi Wijaya, mengatakan akan berpikir tentang kemungkinan banding. "Belum pasti, akan konsultasi kembali dengan menteri," ujarnya.
M. ANDI PERDANA