TEMPO.CO, Roma – Bekas pelatih timnas Inggris asal Italia, Fabio Capello, mengaku sempat nyaris memboyong Lionel Messi ke Juventus dan menutup kemungkinan kembali melatih di negaranya.
Semua itu diungkapkan Capello dalam wawancara dengan harian La Stampa pada masa istirahatnya seusai mengundurkan diri dari kursi pelatih timnas Inggris hanya beberapa bulan jelang Euro 2012.
Sejak pengunduran diri itu, pelatih yang pernah meraih scudetto bersama AC Milan dan Juventus ini dihubung-hubungkan dengan sejumlah klub termasuk raksasa Serie A, Inter Milan.
“Sangat menyenangkan bekerja untuk sebuah tim nasional, tapi saya tak akan menutup kemungkinan melatih kembali di klub, meski saat ini lebih suka menikmati liburan saya. Kendati demikian, saya bisa 100 persen memastikan tak akan kembali melatih di Italia,” tutur Capello.
Don Fabio kemudian berbicara tentang persaingan memperebutkan scudetto dan gelar Liga Champions musim ini.
“Pacuan scudetto akan berlaku antara Juve dan Milan hingga akhir, tapi jadwal di Liga Champions bisa membawa dampak Rossoneri. Putaran berikutnya di Eropa akan krusial bagi Milan, tapi bagaimana pun saya masih melihat Real Madrid dan Barcelona yang terdepan,” katanya.
Capello mengaku tak menyesali keputusannya mundur dari jabatan pelatih timnas Inggris. Tapi, ia bukan tak pernah mengalami penyesalan dalam kariernya.
“Saya juga pernah punya satu penyesalan, saat saya menghadapi Barcelona dalam sebuah laga persahabatan bersama Juve dan saat itu Messi baru berusia sedikit di atas 16 tahun. Ia sempat mengalami masalah untuk mendaftarkan kontraknya dan saya meminta Frank Rijkaard (pelatih Barca saat itu) untuk meminjamkan pemain itu kepada kami selama setahun untuk membantunya berkembang. Sangat disayangkan, jawabannya negatif,” ucap Capello.
Messi menjadi buah bibir setelah mencetak lima gol ke gawang Bayer Leverkusen untuk membantu Barca menang 7-1 dalam leg kedua 16 besar Liga Champions Rabu lalu. Tapi, Capello menilai Messi masih belum menyamai Diego Armando Maradona.
“Maradona lebih merupakan pemimpin di lapangan meski Lionel memiliki sesuatu yang lebih dalam penempatan, kepiawaian menggiring bola, dan aksinya yang sulit diprediksi di depan gawang. Juga ada cara berbeda yang dilakukan lawan dalam upaya meredam Messi,” kata Capello.
“Jangan tanya saya siapa yang lebih baik karena kita berbicara tentang era berbeda. Saya pikir keduanya menakjubkan. Lionel ‘hanya’ seorang pemain hebat, sehingga semua orang bisa memujinya, sementara Diego juga satu karakter yang hebat dan punya ideologi sendiri, sehingga ia tak hanya menuai pujian tapi juga kritikan.”
FOOTBAL-ITALIA | A. RIJAL