TEMPO.CO , Jakarta:-- Sebanyak 86,6 persen anggota masyarakat menolak kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) per 1 April nanti. Angka tersebut, menurut Lingkaran Survei Indonesia (LSI), merupakan yang terbesar dalam tiga kali survei tentang isu BBM.
Dalam survei yang digelar pada 2005, sebanyak 82,3 persen responden tidak setuju. Sedangkan pada 2008, sebanyak 75,1 persen tidak setuju. Tiga kali survei, angka penolakan selalu di atas 75 persen. "Ini menunjukkan kenaikan harga BBM adalah isu yang sensitif,” kata peneliti LSI, Adjie Al Faraby, memaparkan jajak pendapat bertajuk “BBM, BLT, dan Efek Elektoralnya” di Jakarta, Sabtu kemarin.
Dari semua responden yang turut memilih partai, di atas 65 persen tak setuju kenaikan. Pemilih Partai Kebangkitan Bangsa dan Gerindra hampir 100 persen menolak. Bahkan 87,41 persen responden pemilih Demokrat juga ikut menolak kenaikan harga BBM.
LSI memprediksi kebijakan BBM dan kompensasi berupa bantuan langsung tunai (BLT) akan menggiring konstelasi politik menjelang pemilu 2014 semakin panas. Berbagai deal politik di balik keputusan ini akan mempengaruhi dukungan pemilih. “Ini warning partai lain agar tidak salah langkah bersikap," kata Adjie.
Bagi SBY dan Demokrat, kedua kebijakan harus diturunkan bersamaan sebagai politik pencitraan untuk mendapatkan dukungan. Tetapi partai lain tidak akan pasif untuk tetap memperoleh keuntungan politik dari kebijakan subsidi BBM. “Itu sebabnya power game di balik isu BBM dan BLT akan hot," Adjie menambahkan.
LSI juga memprediksi penolakan kenaikan harga BBM akan menjadi gelombang demonstrasi dan akan terjadi terus-menerus hingga rusuh. Tetapi seberapa masif dan panjangnya demonstrasi tergantung respons pemerintah dan dukungan logistik para “pemain” di lapangan.
Mahasiswa masih menjadi pelopor. Tapi, tanpa dukungan tokoh atau logistik, demonstrasi ini tidak akan berdampak apa pun, apalagi sampai menurunkan presiden seperti pada 1998. "Kalau tidak ada cukup dukungan logistik, satu-dua bulan akan berlalu," kata Adjie.
Kalangan aktivis menyatakan unjuk rasa menjadi pilihan untuk menolak kenaikan harga BBM. "Kami akan tetap menjalankan (demonstrasi) itu karena niatnya memang berupaya meluruskan pemerintah, dengan atau tanpa SBY," kata aktivis Rumah Perubahan, Adi Massardi, dalam diskusi di Sekretariat Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia kemarin.
ARYANI KRISTANTI | EZTHER LASTANIA