TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) akan menyelidiki transaksi keuangan perusahaan perkebunan milik Martua Sitorus, PT Wilmar Nabati Indonesia. Martua adalah orang terkaya keempat di Indonesia versi majalah Forbes.
"Saya sudah perintahkan anak buah untuk segera menelusuri mereka," ujar Wakil Ketua PPATK Agus Santoso saat dihubungi Tempo, Rabu, 14 Maret 2012.
Ia mengatakan nama Wilmar muncul saat kunjungan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat ke kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak, dua hari lalu. Ketika itu anggota Dewan mengeluhkan adanya tiga pengemplang pajak yang belum ditindak. Salah satunya Wilmar.
"Jangan hanya berani yang kecil-kecil, yang kakap juga, dong," kata Edy Ramli Sitanggang, salah seorang anggota Komisi Hukum DPR.
Edy juga mempertanyakan tindak lanjut penyelidikan dugaan penggelapan restitusi pajak Wilmar senilai Rp 7,2 triliun yang tengah ditangani Kejaksaan Agung. “Kasus itu sudah setengah tahun terakhir mengendap di Kejaksaan Agung. Tidak boleh ada yang kebal hukum," kata dia.
Komisi Hukum juga meminta PPATK menelisik aliran dana milik Darianus Lungguk Sitorus, pemilik perusahaan perkebunan PT Torganda. Menurut Edi, kasus penyelewengan hutan produksi yang melilit D.L. Sitorus telah memiliki kekuatan hukum tetap dengan vonis 10 tahun penjara. "Ini kapan eksekusinya oleh Kementerian Hukum," kata dia.
Komisaris Wilmar, M.P. Tumanggor, tidak berhasil dimintai konfirmasi. Telepon dan pesan pendek yang dikirim Tempo belum dijawab. Adapun Wakil Jaksa Agung Darmono mengaku belum mendapat limpahan berkas kasus Wilmar. "Dilaporkan ke siapa? Ke Kejaksaan Agung atau Jampidsus? Bisa saja laporan itu salah sasaran," kata Darmono.
Dugaan penyimpangan restitusi pajak Wilmar dan anak usahanya, PT Multimas Nabati Asahan, terungkap ketika Kantor Pelayanan Pajak Besar Mangga Dua mengendus dugaan tindak pidana dalam pengajuan restitusi Wilmar dan Multimas. Ada indikasi direksi kedua perusahaan itu merekayasa laporan transaksi jual-beli demi mendapatkan restitusi.
Setelah diselidiki, diketahui ada empat modus penggelapan pajak yang dilakukan Wilmar Group. Pertama dengan mendirikan beberapa perusahaan di wilayah berbeda yang memiliki kegiatan usaha di bidang sawit (perdagangan, minyak goreng, dan turunannya).
Kedua, melakukan transaksi fiktif di antara perusahaan dalam grup, merekayasa laporan keuangan, dan melakukan transfer pricing antargrup. Ketiga, memiliki izin kawasan berikat yang dilakukan untuk mempermudah transaksi antargrup.
Dan keempat, bekerja sama dengan oknum Direktorat Jenderal Pajak dan menggunakan faktur pajak fiktif yang dimanfaatkan untuk proses restitusi pajak pertambahan nilai.
Darmin Nasution, yang ketika itu menjabat Direktur Jenderal Pajak, mengatakan struktur perusahaan Wilmar sangat rumit. Dalam menangani Wilmar, dibutuhkan setidaknya 4-5 kantor wilayah pajak untuk mengumpulkan data karena struktur perusahaan yang rumit.
“Perusahaan ini punya di luar negeri, yang tidak pernah ada nama orangnya. Kalau tidak dicari satu per satu, sulit ketemu,” kata dia. Menjelang berhenti sebagai bos Pajak pada Juni 2009, Darmin meminta agar Wilmar diperiksa.
JAYADI SUPRIADIN | GADI MAKITAN | ANANDA W. TERESIA | EFRI